OPINI: WADAH PEJUANG PENEGAK SOLUSI POLITIK: Pemberdayaan dan Manifesto Politik Rakyat Muda Indonesia

Al Mukhollis Siagian, Foto: Dok Penulis

WADAH PEJUANG PENEGAK SOLUSI POLITIK: Pemberdayaan dan Manifesto Politik Rakyat Muda Indonesia

 

oleh Al Mukhollis Siagian

Pemrakarsa dan Founder Wadah Pejuang Penegak Solusi Politik

 

Sejak akhir Perang Dingin, dunia telah menyaksikan tren yang terdokumentasi dengan baik, yaitu penyebaran demokrasi di seluruh penjuru dunia selama tiga dekade terakhir. Penyebaran ini telah mengilhami perdebatan sengit di antara para ilmuwan politik, aktivis, pengamat, dan elemen lainnya dengan cepat mencatat bagaimana tren tersebut dipergunakan sebagai sitem terbaik dalam mengakomodir keberagaman dan keharmonisan manusia.

 

Pun belakangan ini tengah mencuat ramai pembahasan tentang kepercayaan politik yang terfokus pada kebangkitan rakyat kritis sebagai penyebab penurunan kepercayaan politik dalam penggunaan demokrasi skala global, termasuk Indonesia. Perbaikan berkelanjutan dari pendidikan massa, terutama pendidikan tinggi, dan standar hidup manusia penyebab akan ramainya demokrasi diperbincangkan ulang.

 

Kondisi demikian seiring dengan kebangkitan post-materialisme dan ekspresi diri sebagai akibat dari modernisasi sosial ekonomi dan pasca-modernisasi yang cenderung menghasilkan aktivisme rakyat dan memperlebar kesenjangan antara harapan publik terhadap kinerja pemerintah, semua kepercayaan institusional mengikis.

 

Rakyat kritis yang penulis maksudkan adalah para rakyat muda yang pada saat ini kita sebut seagai generasi millenials. Sehingga pada kesempatan ini penulis mengemukakan bahasan tentang manifesto politik rakyat muda dalam demokrasi Indonesia. Sebab posisi rakyat muda dalam perpolitikan demokrasi tengah dilema. Sebuah pertanyaan mendasar mengenai dilematis rakyat muda yang terletak diantara pemberdayaan dan perampasan adalah dimanakah rakyat muda dapat ditemukan dalam struktur hubungan kekuatan sosial?

 

Meminjam pisau analisa Foucalt, ia menyatakan bahwa kekuasaan dapat dipahami sebagai suffusing semua interaksi dan wacana antar pribadi. Implikasinya, manifesto politik rakyat muda dapat dianalisis dalam konteks dinamika kekuasaan yang memungkinkan dan mempercepat aksi sosial secara efektif menuju perbaikan tatanan kehidupan. Memahami struktur kekuasaan di mana rakyat muda beroperasi ber-gaining position tinggi mengungkapkan potensi kepemimpinan dan membawa kekuatan transformasional menuju kancah global.

 

WPPSP sebagai Pemberdaya dan Manifesto Politik Rakyat Muda

Konstruksi pemberdayaan digunakan secara luas di berbagai bidang, termasuk organisasi dan manajemen, psikologi masyarakat, dan perilaku politik. Di antara banyak manifestasinya, dua khususnya memberikan kerangka kerja konseptual yang berguna untuk analisis generasi. Merujuk dari konsep Rappaport tentang pemberdayaan berjenjang di tiga tingkat, yaitu individu, organisasi, dan masyarakat.

 

Pemberdayaan diposisikan sebagai tindakan sadar melalui orang, organisasi, dan masyarakat agar mendapatkan kontrol atas masalah yang dikhawatirkan. Melalui proses pemberdayaan partisipatif aktif, rakyat muda mampu memaksimalkan kontrol terhadap diri mereka sendiri dan lingkungan, sekaligus secara bersamaan memperkuat efikasi individu dan komunitas.

 

Penulis, selaku pemrakarsa Wadah Pejuang Penegak Solusi Politik (WPPSP) pada 1 Mei 2019 (kini telah berusia dua tahun pada 1 Mei 2021) menghadirkan WPPSP bersama saudara seperjuangan muda lainnya sebagai organisasi yang berfungsi melakukan pemberdayaan politik rakyat muda. Sebab dikemudian hari, mereka akan menjadi manifesto politik bagi generasi selanjutnya. Langkah ini dimulai dari psikologis di tingkat individu memainkan peran sentral dan menghubungkan proses-proses individu hingga arena sosial secara luas.

           

Walau demikian, iklim politik skala nasional terkonstruksi dengan pemisahan dalam struktur kekuasaan hierarkis dan berbagai bentuk organisasi tipe kekuasaan atas, sementara cita-cita demokrasi mempromosikan model kekuasaan dengan koaktif daripada kekuatan koersif. Olehnya, manifesto politik bernilai rakyat muda adalah otoritas utama untuk memperbaiki iklim demokrasi yang dipenuhi patologi.

 

Beranjak dari interpretasi versi retorika demokratik ideal, sistem representasi harus secara langsung mencerminkan preferensi massa. Persimpangan antara elit dan perwakilan dalam demokrasi sangat rumit diuraikan oleh batas-batas konsensus sosial. Mayoritas rakyat Indonesia hanya memperlihatkan komitmen superfisial terhadap norma dan gagasan demokrasi. Pun karenanya elit politik dipandang sebagai gudang utama kebajikan demokrasi. Konsekuensi langkah perbaikannya adalah para rakyat muda harus menghadirkan manifesto politik bernilai, sebab mereka adalah representasi dari preferensi Indonesia.

 

Millenials, selaku rakyat muda yang akan mengisi post-post kenegaraan selanjutnya memiliki tanggungjawab besar dalam menata kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara sejak dini. Rakyat muda harus menjadi inisiator (konseptor), pelaksana (eksekutor), dan juga pemimpin (leader) secara bersamaan ditengah kehidupan sosial-kemasyarakatan, melalui nilai-nilai idealismenya, spirit juang mudanya, dan gagasan-gagasan keintelektualannya.

Strata inteligensia dalam tubuh rakyat muda sudah harus berkembang sebab-sebab dari para kaum terdidik kelompok mapan tidak lagi sanggup memecahkan dan menghadapi problem-problem negara-bangsa Indonesia yang semakin kompleks. Rakyat muda harus hadir sebagai elemen baru dalam struktur sosial.

 

Namun tak bisa juga dipungkiri bahwa para rakyat muda dengan semua perannya melalui organisatorik pergerakan dan dialektika keintelektualannya tengah mengalami kemerosotan pada dua dekade terakhir ini. Adanya kemerosotan rakyat muda hemat penulis dikarenakan hilangnya spirit konstruktif-kolaboratif. Rakyat muda berhasil dipecah berkeping-keping oleh para elit penguasa, baik itu dari keorganisasian maupun melalui partai-partai politik yang menyebabkan mereka jijik dan acuh terhadap permasalahan. Ini masih menjadi PR besar untuk kita, khususnya organisasi WPPSP dalam menjemput tahun Emas Indonesia 2045.

 

Sering terjadi gesekan sesama kelompok rakyat muda secara keorganisasian. Bahkan ironisnya rakyat muda telah banyak ternodai dengan berafiliasi pada partai politik, atau setidaknya menjadi simpatisan daripada partai politik. Sehingga rakyat muda dan kelompok-kelompoknya berhasil dikangkangi dan menjadi boneka elit (underbouw).

 

Tidak bermaksud membatasi hak-hak rakyat muda ketika mereka lebih memilih berafiliasi dengan elit politik, sekalipun partai politik. Namun disayangkan ketika terjadi ketidaksesuaian antara penguasa dan masyarakat, kecenderungan rakyat muda demikian melakukan pembelaan terhadap penguasa meskipun jelas buruk bagi masyarakat luas. Nilai-nilai dan independensinya tergadaikan, sehingga satu-satunya cara memperbaiki tatanan politik demikian adalah dengan menjemput ulang kesadaran rakyat muda sebagai manifesto perpolitikan Indonesia! (*)