Wanita, Harta dan Takhta, orang beri singkatan 3 TA dan sering dibicarakan dimana-dimana. Pertama, Wanita, yang etisnya disebut perempuan, didambakan seorang pria. Alas kata, perempuan itu tulang rusuk pria, demikian kata bahasa kitab suci. Kedua, Harta berkaitan dengan uang, dan barang seperti rumah dan mobil. Ketiga, Takhta berkaitan dengan kuasa dan jabatan. Tiga hal ini, tidak akan bernilai, jika seorang tidak punya integritas dan moral dalam menyikapinya.
Perempuan bisa diobjekan karena salah dinilai. Keindahan itu salah direspon, ketika otak dan hati tidak berpadu. Padahal, setiap makhluk diciptakan baik adanya, bukan untuk saling mengobjekan, tetapi saling menghargai dan mengasihi. Harta, bisa salah dimanfaatkan ketika digunakan tidak sesuai peruntukkannya. Semisal, uang bisa dipakai untuk mengambil hati seorang perempuan atau beli jabatan. Takhta juga bisa salah digunakan ketika mutlak dipandang sebagai kuasa. Karena kekuasaan itu cenderung merusak dan mutlak merusak secara mutlak.
Bupati Malaka pernah berkata, saya bukan pemimpin rohani untuk menerima orang yang datang dan menangis. Bupati Simon juga bicara jual beli jabatan dan lebih tegas lagi, pemimpin Malaka dengan latar belakang seorang akademisi dan guru itu menekankan integritas-moral saat pejabat eselon III dan IV dilantik dan dikukuhkan, baru-baru ini. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Malaka juga berkata simpel. Pejabat harus disiplin. Disiplin diri, waktu dan kerja, demikian pernyataan wakil rakyat itu kalau dipahami secara kompleks.
Sadar atau tidak, 3 TA bisa mempengaruhi perilaku jika seorang pejabat tidak punya integritas dan moral. Mengapa tidak? Beberapa pelanggaran indisipliner aparat sipil negara (ASN) dan kasus-kasus hukum lain di Malaka menjadi citra pejabat yang belum punya integritas dan moral. Bukti pelanggaran disiplin dikuatkan dengan temuan audit kinerja dan anggaran. Membanggakan, Program 100 Hari Kerja Bupati dan Wakil Bupati menjadi tolak ukurnya. Jangan sampai salah kelola uang sehingga terindikasi korupsi.
Rekomendasi KASN, juga bukti ada kesalahan yang terjadi di Pilkada. Perilaku seorang ASN dan pejabat yang semberono hingga berbuah proses hukum memberi wajah buruk pemerintahan di mata publik. Seorang ASN dalam dirinya, adalah pemimpin dan pelayan, harus memberi teladan. Pemimpin, dalam otaknya tidak boleh "dikuasai" wanita, harta dan takhta. Jika tidak, kemungkinan masalah akan terjadi. Masalah perempuan, masalah korupsi karena ada temuan dan masalah kuasa karena bertindak arogan. Saatnya tiba, bila tiba saatnya, masalah terjadi, jika kebenaran ada dan dusta itu diciptakan. Wait and see! (*).