Soal Anggaran Air Bersih, Nikodemus Dinilai hanya Pencitraan Politik

Ketua Komisi III DPRD Sabu Raijua, Leonidas VC Adoe

Menia, Pelopor9.com – Untuk pengadaan Air Bersih di Kabupaten Sabu Raijua, terjadi pembahasan yang cukup hangat, antara Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Pasalnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak memberikan data yang valid .

 

Sehingga Ketua DPRD Sabu Raijua, Paulus Rabe Tuka sebagai Ketua Banggar dan mayoritas anggota banggar, meminta data susulan terkait dengan data peneyerapan anggaran serta titik distribusi by name by address sebagai bahan untuk melakukan fungsi pengawasan.

 

Sampai pembahasan selesai, hanya data mentah yang disodorkan kepada DPRD. Sesuai data yang masih diragukan tingkat validitasnya tersebut, dan Anggaran untuk pengadaan air bersih sebelumnya juga, tidak habis dipakai dan belum didistribusi.

 

Demikian rilis, Ketua Komisi III DPRD Sabu Raijua, Leonidas VC Adoe, menjawab tudingan Nikodemus Rihe Heke yang ditulis media ini dengan judul “Nikodemus Rihe Heke Tuding DPRD Penghambat pembangunan Sabu Raijua”

 

Sementara yang telah didistribusi saja, tidak didukung oleh data pertanggungjawaban yang memadai. DPRD memiliki kewajiban untuk memastikan setiap program kegiatan yang direncanakan pemerintah haruslah berbasis data yang bisa dipertanggungjawabkan.

 

“Ini juga tentu dalam rangka memastikan bahwa pemerintah taat azas dan berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan APBD, Karena itu DPRD tentu tidak akan memberikan persetujuan dana secara gelondongan bagi pembiayaan program kegiatan”tegasnya.

 

Kalau ada hal hal mendesak di luar prediksi, tentu saudara bupati bisa saja memakai pos dana belanja tak terduga yang juga telah disetujui DPRD untuk dianggarkan. Sehingga penggiringan dalam seperti saat ini, patut diduga punya tendensi kuat sekedar membangun opini pencitraan belaka tanpa dasar yang merujuk pada fakta yang sebenarnya.

 

Karena menurutnya, APBD dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah, sehingga ketika telah ditetapkan dan diundangkan sebagai Peraturan Daerah pada Lembaran Daerah. Maka itu telah mencapai persetujuan bersama antara Bupati dan DPRD.

 

“Sehingga tidak semestinya bupati untuk kepentingan politiknya, kemudian bernarasi liar di luar bahwa seolah angka-angka dalam APBD itu hanyalah ditetapkan sepihak oleh DPRD. Kalau saat itu tidak setuju, tentu menolak untuk membubuhkan tanda tangannya pada persetujuan bersama atas APBD” tegasnya.

 

Karena telah disetujui oleh Bupati dan DPRD, sehingga Perda APBD tdiundangkan dan dipakai sebagai dasar hukum atas segala nomenklatur Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Daerah.

 

“Kalau baru sekarang mempersoalkan itu, maka tentu sangat aneh bagi saya. Ini terkesan cuci tangan dan tidak bertanggungjawab serta berusaha mencari 'kambing hitam' tegasnya. (R-2).