Kompleksitas dari Hadirnya Ibukota Indonesia yang Baru

Viggo Pratama Putra, Foto Istimewa

Kompleksitas dari Hadirnya Ibukota Indonesia yang Baru

Oleh

Viggo Pratama Putra

(Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara/Universitas Negeri Padang - Wakil Presiden Wadah Pejuang Penegak Solusi Politik (WPPSP) 2019/2020)

 

“Pemerintahan yang baik adalah pemerintah yang mampu merunutdengan baik setiap urgensi dari setiap kebijakan yang dikeluarkan dan paham mendahului permasalahan yang lebih penting untuk diselesaikan, ia mengelola negara dengan mengarahkan bukan melanjutkan status quo atau zona nyaman, intunya pemerintah harus berani bertindak dan berani untuk lebih matang dalam memanajemen tindakannya”

(Viggo Pratama Putra - Penulis)

 

Wacana pemindahan ibukota sudah mencapai titik final. Tinggallah langkah-langkah pemerintah dalam mempersiapkan segala sesuatunya berkaitan dengan berpindahnya pusat pemerintahan negara Indonesia. Beberapa hari yang lalu secara resmi Presiden Joko Widodo mengumumkan Kota Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara akan menggantikan kedudukan DKI Jakarta sebagai ibu kota Indonesia yang baru. Tidak sampai disitu, semua persiapan matang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan langkah baru yang disampaikan Presiden.

 

Beban berat yang ditanggung DKI Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan bisnis, pusat keuangan dan jasa disebut sebagai alasan kongkrit perlunya pemindahan ibu kota. Tidak hanya itu, beban perekonomian sosial yang selama ini terpusat di pulau Jawa dan penduduk pulau Jawa yang mencapai 150 juta atau 54 persen penduduk Indonesia serta 58 persen PDB yang hanya terfokus ke Pulau Jawa menjadi pertimbangan pemerintah untuk mewujudkan Indonesia yanglebih adil menjangkau seluruh wilayah teritori Indonesia. Namun demikian, Presiden menyebut Jakarta akan tetap menjadi prioritas dan terus dikembangkan menjadi kota bisnis, keuangan maupun perdagangan yang berskala regional dan global.

 

Untuk memutuskan rencana inipun pemerintah disebut telah melakukan berbagai kajian mendalam selama tiga tahun terakhir dengan mempertimbangkan segala kemungkinan yang bisa terjadi, apakah itu positif maupun negatif. Karena hal ini bukan bersifat leceh semata, pemerintah harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa pemerintah berhasil dan berani melakukan suatu tindakan dengan persiapan yang sangat matang. Outputnya dalam hal ini akan membuat paradigma positif kepercayaan masyarakat kepada pemerintah semakin meningkat jika pemerintah berhasil membuktikan suksesi rencananya.

 

Momentum 74 tahun kemerdekaan Indonesia beberapa waktu yang lalu dijadikan kesempatan bagi Presiden dengan meminta izin kepada para wakil rakyat dan segenap masyarakat Indonesia untuk memindahkan ibu kota negara. Hal ini disambut baik dengan tepukan meriah dan sautan semangat dari wakil rakyat yang hadir di gedung parlemen. Ini tentu sedikit banyaknya dapat dijadikan tolak ukur bahwa sebagian besar masyarakat setuju dengan rencana besar pemerintah ini.

 

Pro dan kontra terkait permasalahan ini mencuat seiring langkah kepastian pemerintah, tentu pendapat yang berbeda-beda ini adalah dinamika berdemokrasi yang sebenarnya harus dijaga dengan baik. Ini ibaratkan upayasokongan dari masyarakat dan bentuk kepedulian dengan negaranya. Perbedaan demi perbedaan pendapat inilah yang mestinya dijadikan sebuah konsensus baru pemerintah dalam mencanangkan setiap kebijakan yang dikeluarkan. Kedewasaan masyarakat juga diuji melalui konsistensi masyarakat mendukung segala sesuatu yang menyangkut kepentingan bernegara seperti halnya kebijakan pemerintah dalam memindahkan pusat pemerintahan ini.

 

 

Berpindahnya ibu kota negara sebagai pusat pemerintahan tak serta merta akan memindahkan ekosistem ekonomi bisnis Indonesia yang selama ini terpusat di Jakarta. Fungsi dan peran ibu kota baru sebagai wajah baru hadirnya pusat pemerintahan yang tidak lagi bersifat jawasentrisakan terus dimatangkan pemerintah, tentunya dengan berbagai analisis dan masukan yang bersifat membangun.

 

Demikian juga dengan pulau Kalimantan yang akan menjadi saksi awal tempat dipindahkannya ibu kota negara. Secara geografis dan astronomis, letak Kalimantan yang berada di tengah-tengah Indonesia dan juga minim bencana alam ditenggarai menjadi salah satu alasan pemerintah memilih Kalimantan sebagai pusat pemerintahan.

 

Namun begitu, masih banyak pihak yang mempertanyakan konsep dari rencana pemerintah ini, bagaimanapun pertimbangan atas segala faktor, mulai dari faktor sosial ekonomi masyarakat yang akan berubah, faktor geologis dan kealamiahan yang timbul daru pembangunan, hingga faktor pertahanan dan keamanan nasional. Secara sosial kemasyarakatan, pemerintah wajib menjamin kehadirannya dalam setiap masalah sosial yang timbul, secara geologis maupun faktor kealaman, pemerintah harus lebih tanggap dengan pertimbangan bencana alam yang akan terjadi dampak dari pembangunan yang akan meluas pada wilayah yang terkenal dengan kealamian hutannya.

 

Pun demikian dari segi pertahanan keamanan, ahli politik internasional Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, menyebutkan bahwa pemindahan ibu kota baru ini bak dua mata pisau bagi Indonesia. Di satu sisi, Teuku menilai pemindahan Ibu Kota DKI Jakarta ke Kutai dan Penajam bisa jadi momentum pemerintah memperkuat pertahanan militer, terutama di wilayah utara Indonesia yang akan berbatasan darat langsung dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Rencana pemindahan ibu kota ini mengusik cerita lama soal ancaman keamanan, terutama terkait terorisme.

 

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sebelumnya juga mengatakan daerah perbatasan Indonesia-Malaysia kerap dijadikan jalur pelarian bagi kelompok teroris Abu Sayyaf Group (ASG) dan ISIS jika ada gempuran dari pasukan militer Filipina. Menurut Teuku, posisi ibu kota yang berbatasan langsung dengan negara lain "memaksa" Indonesia harus mengubah pusat pergerakan militer dan strategi pertahanan nasional lebih adaptif lagi terhadap potensi ancaman asing karena radius ibu kota yang semakin dekat dengan perbatasan negara. "Suatu negara akan mengkondisikan pertahanan ibu kota itu sangat kuat sehingga tidak mudah diinvasi atau dikuasai siapa pun," kata Teuku.

 

Berbagai ancaman ini harus segera diperhatikan pemerintah, terutama membuat sinergitas terintegrasinya pertahanan dan keamanan pusat pemerintahan. Indonesia harus lebih siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Jika tidak, Indonesia malah hanya akan memperburuk keadaan. Maka dari itu persiapan matang disertai manajemen progresifitas pembangunan yang terintegrasi dengan semua sentral pemerintahan dan negara harus dipertimbangan pemerintah agar mencapai titik temu solusi terkait semua faktor ancaman dan kemungkinan yang akan terjadi.

 

Dengan hadirnya ibu kota baru yang akan segera dipersiapkan pemindahannya oleh pemerintah, diharapkan ini menjadi tolak awal dari persiapan Indonesia menghadapi tantangan global perubahan iklim ekonomi politik yang dalam hal ini pemerintah tidak boleh lengah oleh satu permasalahan saja. Tantangan akan terus dihadapi Indonesia sebagai negara yang terus berkembang seiring pertumbuhan ekonomi digital yang menuntut Indonesia lebih sigap dan cekatan melihat kesempatan.

 

Hadirnya ibu kota baru sama artinya dengan hadirnya semangat baru yang tidak hanya tumbuh pada pemerintah dan negara saja, tetapi juga tumbuh dalam setiap pribadi masyarakatnya. Apapun langkah berani pemerintah haruslah dibersamai oleh kita sebagai masyarakat, karena bagaimanapun masyarakat harus bersikap partisipatif seiring dengan langkah pemerintah, sebaliknya, pemerintah juga harus hadir menenggarai segala permasalahan yang timbul dalam masyarakat.

 

Terwujudnya pemerintahan yang hidup berkembang dalam harmoni kebersamaan masyarakatnya adalah cita-cita luhur yang wajib diteruskan bangsa dan negara. Indonesia baru adalah Indonesia yang siap menghadapi tantangan regional maupun global. Pemerintahan harus berdaulat dalam semangat baru selaras dengan ibu kota baru yang akan hadir sebagai wajah baru pemerintahan yang lebih matangberafiliasi dengan konseptual yang berani mengubah tantangan menjadi kesempatan. (*)