Viggo Pratama Putra
15 Tahun Terbunuhnya Munir : Perjuangan Mengenang Munir
Oleh
Viggo Pratama Putra
(Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara/Universitas Negeri Padang - Wakil Presiden Wadah Pejuang Penegak Solusi Politik (WPPSP) 2019/2020)
Munir, nama yang mungkin tidak asing lagi di Telinga masyarakat Indonesia. Terlebih, jika mengenal jasa-jasanya terutama sebagai aktivis HAM yang tidak takut membela kebenaran. Tepat 15 tahun lalu, pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) yang bernama lengkap Munir Said Thalib ini tewas dibunuh. Hingga hari ini, teka-teki misteri kematian Munir tak kunjung terkuak hingga tuntas.
Munir sendiri meninggal dalam penerbangannya dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda, dengan transit di Singapura. Dia hendak sekolah di Ultrecht, mendalami perlindungan internasional terkait HAM. Namun apalah daya, takdir berkata lain. Di kabin pesawat Garuda bernomor penerbangan GA-974, Munir mengembuskan napas terakhir.
Kematian Munir pada awalnya tidak langsung disangka sebagai pembunuhan. Dia sempat dikira sakit hingga akhirnya meninggal sekitar pukul 08.10 waktu setempat, dua jam sebelum pesawatnya mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam.
Dugaan sakit ini muncul karena Munir terlihat gelisah hingga bolak-balik ke Toilet selama penerbangan, selepas transit di Bandara Changi, Singapura. Saat tubuh pendiri Imparsial dan aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu lemas di kursi bernomor 40 G.
Seorang penumpang yang juga kebetulan seorang dokter di bangku 1J berusaha memberi pertolongan. Munir pun pindah kursi ke sebelahnya. "Menurut laporan, keadaan Pak Munir masih tenang, tapi dua jam menjelang pesawat mendarat di Schiphol, Pak Munir meninggal," kata Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia saat itu, Pujobrot.
Kabar berita mengejutkan datang dua bulan setelah pemakaman Munir. Pada 12 November 2004, Kepolisian Belanda mengumumkan hasil autopsi Munir. Hasilnya, ditemukan jejak senyawa racun Arsenik. Temuan ini kemudian diumumkan Kepolisian RI (Polri) di Jakarta.
Kapolri saat itu, Jenderal Pol Da'i Bachtiar menyebutkan ada dugaan pembunuhan terhadap Munir dengan cara diracun. Kandungan racun Arsenik ditemukan di air seni, darah dan Jantung Munir dalam takaran melebihi kandungan normal. Bahkan, takarannya disebut cukup untuk membunuh 32 gajah.
Desakan demi desakan untuk mengungkap kematian Munir pun bergulir secara terus menerus. Sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran HAM, misalnya, menggelar aksi solidaritas bagi Munir. Sampai saat inipun aksi solidaritas menuntut penuntasan kasus Munir selalu dilakukan oleh berbagai macam kalangan masyarakat.
Terlahir di Malang, Jawa Timur, pada 8 Desember 1965, Munir adalah alumnus dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (Unibraw). Semasa kuliah, dia sudah terkenal sebagai aktivis kampus yang aktif, baik itu di dalam kampus maupun di luar kampus.
Karier munir selepas dari bangku kuliah terus menanjak naik, dia pernah menjadi Dewan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Kontras sendiri adalah organisasi yang dibentuk oleh beragam lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Kontras sebagai organisasi yang membela HAM banyak mendapat pengaduan dari masyarakat mengenai pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di berbagai daerah. Munir pun pernah menjadi penasihat hukum untuk korban dan keluarga korban penghilangan orang secara paksa terhadap 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada 1997 hingga 1998.
Selain itu ia juga pernah menjadi penasihat hukum keluarga korban tragedi Tanjung Priok 1984. Munir juga pernah menangani kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak yang melawan pemerintah Indonesia untuk memerdekakan Timor Timur pada 1992. Kasus besar lain yang pernah ditangani Munir adalah pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang diduga tewas di tangan aparat keamanan pada 1994.
Sifat dan sikapnya yang tidak takut dalam membela kebenaran yang ditunjukkan Munir benar-benar memberi pelajaran paling berharga bagi siapapun di negeri ini. Dia tidak pernah takut menentang ketidakadilan yang selalu terjadi waktu itu, dengan berani ia memperjuangkan hak-hak keadilan masyarakat yang ditindas oleh elite-elite politik nakal.
Sikap beraninya ini membalik menjadi ancaman bagi dirinya sendiri hingga Munir tidak disukai oleh pemerintah saat itu, bahkan ia masuk ke dalam daftar incaran intelijen sampai mendapat banyak ancaman. Namun ketekunan dan kegigihan yang diperlihatkan sosok Munir selalu pantang untuk menyurutkan semangat Munir dalam membela keadilan.
Buktinya saja, keinginannya belajar ke Belanda adalah salah satu bentuk keteguhan hatinya untuk lebih menggiati jalur hukum dan advokasi.Takdir berkehendak lain, niat mulia Munir berakhir menjadi perjalanan terakhir baginya. Namun, Munir secara tidak langsung mewariskan roh perjuangannya kepada generasi-generasi sesudahnya, meski itu termasuk mengungkap kasus kematiannya.
Suatu kalimat yang menggambarkan sikapnya yang selalu berani menentang ketidakberdayaan masyarakat untuk menuntut keadilan yang akan selalu diingat dan pernah ia ucapkan ialah ”Aku harus bersikap tenang, walaupun takut. Untuk membuat orang lain tidak takut.” Suatu kalimat yang memiliki makna mendalam walaupun pada keadaannya yang mendapat banyak ancaman bahkan daftar incaran, namun ia tetap tenang dengan teguhnya keberanian yang selalu ia perlihatkan dalam membela keadilan.
Sungguh suatu pembelajaran berharga bagi siapapun, terkhusus pemuda. Semangat jiwa muda yang membara-bara harusnya bisa dimanfaatkan dengan menekuni sikap berani yang ditunjukkan oleh sosok aktivis seperti Munir. Suatu gelora semangat yang harus digaungkan oleh pemuda untuk tidak takut pada penindasan, untuk selalu berdiri di garis terdepan dalam membela keadilan dan kebenaran.
Bagaimana semangat keberanian Munir harus bisa dicontoh oleh generasi mendatang. Sosok-sosok seperti Munir yang gigih membela kepentingan masyarakat harus banyak lahir dalam jiwa-jiwa pemuda pemudi Indonesia.
Pembelajaran penting bagi insan manusia untuk membela hak asasi manusia yang merupakan hak dasar fundamental yang harus dipertahankan setiap individu dan dilindungi oleh negara. Sebagai generasi emas dalam perjuangan membangun bangsa, kita harus bisa mengaplikasikan sikap keberanian dan ketelitian seorang Munir pada bidang-bidang yang kita tekuni masing-masing.
Apakah itu di dalam pekerjaan maupun kehidupan bermasyarakat. Jadikanlah contoh semangat tak kenal lelah sosok Munir menjadi semangat persatuan dan kesatuan bersama mengejar impian para pemuda bangsa terlebih dalam menunaikan sila-sila dalam pancasila yang mana banyak mengedepankan bagaimana keadilan yang harus didapatkan setiap warga negara.
Tosca Santoso, dari KBRH 68 mengatakan, keadilan itu sangatlah penting. Meski waktu sudah lama berlalu, orang akan tetap mengingat dan meminta keadilan ditegakkan. Permintaan semacam itu juga didengungkan beberapa organisasi HAM internasional seperti Amnesty International di mana Munir dicalonkan untuk mendapat penghargaan Nobel alternatif.
Organisasi HAM internasional juga meminta agar Pemerintah Indonesia membuka kembali kasus Munir dan mempertanyakan kenapa penyelesaikan kasus pembunuhan itu terhenti. Ini merupakan pekerjaan rumah yang harus bisa dituntaskan oleh negara, walaupun pelakunya sendiri adalah elite-elite yang berada dalam lingkup pemerintah. Karena di balik sikap Munir yang harus dijadikan contoh pembelaan terhadap keadilan juga harus ada penuntasan kasus yang menjadi PR tersendiri bagi pemerintah.
Semoga ke depan jiwa-jiwa semangat seperti Munir akan selalu ada untuk menjadi kestabilan kondisi bangsa yang diterpa banyak masalah terkhusus masalah keadilan terhadap masyarakat, serta misteri kasus Munir yang harus bisa terkuak dengan transparansi terhadap seluruh warga negara yang telah lama menantikan final terkuak habisnya kasus Munir. (*)