Pengajar Muda, Indonesia Mengajar, Gitta Indreswari, Dokumen: Raxa Rihi
Datang dari Kota Metropolitan Jakarta yang sangat individualis ke Kabupaten Sabu Raijua, bukan perkara gampang. Perlu beradaptasi, untuk mengenal adat, budaya dan juga sosial kemasyarakatannya. Karena, bisa saja menjadi boomerang bagi dirinya, apabila datang dengan gaya kehidupan Metropilitan di Sabu Raijua, yang sangat berbeda dengan kehidupan kota besar.
Gitta Indreswari salah seorang Pengajar Muda (PM) Indonesia Mengajar Angkatan ke 4 di Sabu Raijua, asal Jakarta. Pertama kali mengenal Sabu Raijua, hanya lewat foto dan kesan yang diperolehnya dari foto tersebut ada kering dan panas. Budaya, adat istiadat dan kehidupan sosial tentu belum ketahuinya.
Bersama lima temannya, Gitta tiba di Sabu Raijua pada tanggal 27 Februari 2021, sebagai Pengajar Muda (PM) dari Yayasan Indonesia Mengajar. Dengan satu tujuan, untuk ikut andil dalam memajukan pendidikan di Sabu Raijua.
Mempunyai tujuan yang mulai untuk datang ke Sabu Raijua, dan keramahan orang Sabu Raijua membuat Gita tetap bersyukur dan bangga bisa mengenal orang Sabu Raijua dan budayanya. Walaupun saat pertama kali turun ke Sabu Raijua, sempat ragu.
Baginya, orang Sabu Raijua terlihat dari parasnya mukanya yang galak, tetapi sebenarnya tidak. Orang Sabu Raijua pada dasarnya baik. Selama setahun betugas, tidak pernah mendapatkan perlakuan buruk, seperti sengaja menyakiti hati. Bahkan, Ketika dirinya kecelakaan motor di jalan, orang-orang yang membantunya adalah orang Sabu Raijua yang sama sekali tidak dikenalnya.
Berbuat baik dengan cara yang baik. Karena terkadang, kita punya niat baik tetapi dengan cara yang tidak baik jadinya tidak pas. Itulah Motto hidup dari gadis Jakarta ini. Sehingga tidak heran, Ketika sampai di Sabu Raijua. Khusus di tempat dimana dia bertugas, dirinya diterima layaknya saudara dan anak sendiri.
Alumni Universitas ternama di Indonesia ini, mengungkapkan bahwa selama di Sabu Raijua sangat senang dan bersyukur, ditugaskan sebagai Guru di SDN Keliha, Desa Keliha Sabu Timur dan menjadi Guru Bantu menndampingi guru yang lain, untuk mengajar dari kelas 1-6 khususnya mengajar baca, tulis, hitung, (Balistung).
Selain sebagai guru di sekolah, dirinya berkesempatan untuk mendampingi atau mempersamai rumah baca yakni Rumah Baca Due Nga Do Nahu di Kudji Ratu dan Rumah Baca GC3 di Sabu Tengah, desa Tada
Kesempatan itu menurutnya sangat berharga, karena baru pertama kali menjadi guru SD, dan mengajar di Rumah Baca. Karena dirinya berasa dari Jakarta dan Induvidualisnya sangat tinggi. Sehingga apa yang dirasakan di Sabu Raijua sesuatu yang sangat mahal harganya.
Selain sebagai guru, dirinya menjadi masyarakat biasa, tinggal bersama masyarakat, merasakan banyak pengalaman yang tak terlupakan hanya ada di Sabu Raijua. Mulai dari rangkain adatnya, mengikuti semua acaranya seperti, Pedoa, Pehere Djara (pacuan kuda) dan Pemau Do Made (ritual adat) bagi yang sudah meninggal. Betapa masyarakat Sabu Raijua budaya gotong royong sangat tinggi, beda dengan di Jakarta.
“Jadi ini, hal yang sangat perlu dijaga untuk Kabupaten Sabu Raijua, karena sangat berharga dari setiap individunya” kata Aktivis BEM UI ini
Selain kebudayaan, banyak juga kebiasaan yang unik seperti saat berkendarraan dan saling bertatap dijalan, maka selalu bertegur sapa dengan membunyikan klakson ataupun menyapa langsung walau dari atas motor.
“Walau Mereka tidak kenal, tapi mereka sapa kita dan ini tidak ada di kota-kota besar, hanya ada di Sabu Raijua”katanya saat diwawancara media, Rabu (16/2/22) lalu.
Merasakan itu, saat jatuh motor dan ditolong, dibawa ke Puskemas Pembantu (Pustu). Saat itu belum ada teman PM lainnya datang. Yang temani adalah masyarakat yang dirinya sendiri tidak mengenalnya.
Pengalaman selama setahun, sekalipun ditugaskan sebagai guru. Tetapi yang didapatnya lebih dari itu. Belajar menjadi guru, menjadi mayarakat dan juga mendapatkan budaya gotong royong. Mungkin di Jakarta hidupnya individualis, tetapi di Sabu Raijua tidak bisa seperti itu
Tidak bisa semua mengandalkan uang, tetapi semua diajarkan untuk saling bekerjsama, berkolaborasi, dalam aspek apapun. Pengalaman di sabu Raijua akan selalu dikenang dan diceritakan kepada teman-temannya.
Bahwa ada Kabupaten Sabu Raijua, di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terdiri dari tiga pulau. Dua pulau (berpenghuni), Sabu dan Raijua dan satunya tidak (pulau Dana). Dengan dua musim yang sangat fantastis panasnya dan hujan yang sangat ekstrim. Tetapi tanahnya subur, masyarakatnya baik, lautnya indah, semuanya ada di Sabu Raijua.
Mantan Aktivis BEM FMIPA UI ini katakan bahwa, Sabu Raijua punya potensi, budaya, masyarkat, ciri khasnya, geografinya sudah pasti beda dengan kota. Sehingga, berbicara tentang Pendidikan tidak bisa selalu merujuk ke Kota karena yang idelanya kota.
“Jadi, fokus dengan apa yang adi Sabu Raijua, fokus dengan apa yang dikembangkan. Banyak sekali potensi yang ada di Sabu Raijua jadi tetap semanagat. pertahankan kolaborasi, pertahankan semangatnya untuk membangun Sabu Raijua. Khususnya, dibidang Pendidikan karena Pendidikan adalah dasar dari segalanya, untuk menju kesuksesan dan semua kebaikan.
Ketika disinggung terkai dengan berkahirnya program Indonesia Mengajar di Sabu Raijua, dirinya mengaku bahwa program telah berakhir bukan berarti Pengajar Muda (PM), dari Angkatan pertama hingga Angkatan keempat, lepas tangan untuk membantu dan memajukan Pendidikan di Sabu Raijua.
“Bukan berarti Pengajar Muda tidak lagi di Sabu Raijua, maka akan lepas tangan. Kami keluarga dan masyarakat Sabu Raijua. akan siap kapanpun dibutuhkan, walau dari jarak jauh tetapi selalu ada untuk Sabu Raijua” ujarnya
Dikatakannya, dirinya 25 tahun hidup di kota Metropolitan Jakrata, tidak lebih hebat dari orang Sabu Raijua yang tinggal dan bersekolah di Sabu Raijua. banyak sekali hal yang dirinya tidak bisa lakukan. Bayangkan kalau hanya tinggal sendirian di pulau terpencil, dirinya pasti akan mati, tetapi orang Sabu Raijua tetap bisa bertahan hidup.
Persaingan itu, tidak hanya di Kota besar. Contoh di Bali, dimana Bali tahu betul potensi kebudayaaan dan sebagainya,. Bagaiamana menyambut orang luar tanpa menggeser kebudayaan, nilai penting yang ada daerah.
Karena itu, Sabu Raijua juga akan mampu seperti itu karena modalnya sudah ada. Bukan berarti orang desa tidak bisa maju, orang desa tetap berpkir maju tetapi tidak selalu merujuk pada daerah seperti Jawa, Jakarta dan kota besar lainnya yang ada di Indoensia. Sehingga, Sabu Raijua punya definisi majunya sendiri, yang baik untuk Sabu Raijua bukan seperti yang ada di Kota besar tetapi punya ciri khas tersendiri.
Untuk kualitas Pendidikan di Sabu Raijua, menurutnya masih banyak Pekerjaan rumah dan tidak hanya di Sabu raijua, di kota pun demikian masih banyak PR dan di Indonseia secara keseluruhan masih banyak tugas untuk meningkatkan kulaitas Pendidikan.
Tetapi selama 4 tahun, Indonesia Mengajar membersamai kabupaten Sabu Raijua sudah sedikit banyak ada perkembangan. Bukan hanya dari pemerintahan, tetapi juga dari semangat orang-orang yang ada di Sabu Raijua untuk bergerak di bidang Pendidikan.
Karena Pendidikan itu, tidak hanya kepala sekolah, guru, bukan hanya Dinas PKKO, bukan hanya pemda tetapi oendidikan itu adalah semuanya, termasuk masyarakat. Karena masyarakat harus berkolaborasi, harus sadar bahwa Pendidikan itu tanggungjawab bersama, mempersamai anak-anak. Karena Pendidikan tidak hanya cuman di sekolah tetapi di rumah dan lingkungan sekitar masyarakat itu sendiri berada.
Dirinya mengakui dan merasakan, Pendidikan di Sabu Raijua sudah banyak perubahan dan semoga yang disampaikan oleh PM selama ini bisa ditularkan untuk teman-teman lain yang ada di Sabu Raijua.
Sekali lagi dirinya mengaku bahwaa Pengajar Mengajar, dari angkatan pertama hingga ke empat, sudah menganggap Sabu Raijua adalah rumah dan keluarga senidiri. Sehingga yang namanya keluarga tdak mungkin ditinggalkan walaupun mungkin jaraknya jauh.
“Saat ini masih pendemi maka sudah pasti tdaik bisa ketemu dan harapannhya, alumni Angkatan pertama sampai ketiga mau turu tetapi tidak bisa karena Covid-19. Kapanpun kalau dibutuhkan, mungkin ada kegiatan dan butuh konsultasi atau misakan butuh masukan atau ide, PM siap untuk dihubungi atau di “ganggu” ujar gadis berparas cantik ini.
Hal yang sangat berkesan selama di Sabu raijua menurutnya, orang Sabu baik dan kalau orang tanya asalanya selama di Sabu maka jawabnya adalag orang Sabu Timur dan orang percaya, hal itu membuatnya senang Ketika orang mengatakan dirinya adalah orang Sabu Raijua.
“Orang Sabu baik, mungkin mukanya kayak galak tetapi tidak galak dan selama di Sabu tidak pernah mendaptkan perlakukan buruk, seperti sengaja menyakiti hati, tidak pernah sama sekali” Sarjana Matematika ini.
Sebagai kordinator tim PM Angkatan ke empat, dalam melakukan kordinasi dengan ke lima PM lain, menurutnya tidak merasa mempunyai beban, menerima tanggungjawab tersebuthal terpenting adalah saling percaya bahwa teman kita sedang berjuang juga. Bahwa mereka sedang belajar dan mengusakan yang terbaik.
Karena ber-enam ke Sabu Raijua, walau beda tempat asal, tempat Pendidikan dan disatukan melalui Indonesia Mengajr. Semua memiliki visi dan misi yang sama untuk memjukan Pendidikan, khsusunya di Sbu Raijua.
Percaya saja, tidak perlu mengurus mereka harus buat apa. Disaat kumpul bersama ternyata dalam bentuk intefensi kegiatan apapun yang mereka lakukan tujuannya sama. Jadi diserahkan ke masing-masing.
Dikisahkannya lagi, sebelum datang Sabu Raijua, dirinya membayangkan panas dan kering. Kerna foto-foto itu yang dirinya dapatkan dan kebetulan pas sampai sabu pada musim hujan sehingga pemdangannya hijau dan sangat indah.
Dikatakannya, pada musim panas pun sangat indah, tidak sekering dan menyeramkan yang ada dalam foto yang didadpatnya. Ternyata ada pulau kecil di selatan Indonesia yang sangat Indah. Awalnya ragu karena, hanya lihat di foto dan katanya matahri ada tujuh di Sabu besar dan mataharinya 9 di Raijua.
“Kita takut mendengar itu, tetapi sampai di Sabu Raijua, ternyata indah. Baru masuk Menia kita sudah bilang gagah, belum masuk ke kecamatan lainnya yang ada lokasi wisatanya”ujarnya terharu.
Sabu Raijua, menurutnya pariwisatanya sangat potensial karena semuanya ada. bukit, laut yang jernih dan pasir yang putih, gua. Banyak sekali potensi pariwisatanya, belum lagi masyarakatnya ramah, upacara adat dan budaya yang menurut dirinya mahal. Potensi wisata yang ada di Sabu Raijua, tidak ada ditempat lain dan dicari oleh semua orang untuk berwisata.
Nama Lenkap : Gitta Indreswari
Tempat/Tgl Lahir : Jakarta, 6 Desember 1996
Pendidikan : S1 Matematika
Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia (UI)
Pengalaman Organisasi:
HMD Matematika UI
BEM FMIPA UI
BEM Universitas Indonesia (UI)
Untuk diketahui, Pengajar Muda (PM) angakatan ke 4 dan merupakan yang terakhir di Sabu Raijua, yakni, Iksan dari Luwu, Sulawesi Selatan, Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris, alumni Institut Agama Islam Negeri Palopo, ditempatkan di SDN L okojuli, Desa Kolorae, Raijua. Ramdhan N.P. Wira U dari Jepara, Jawa Tengah, Sarjana Pendidikan Biologi, alumni Universitas Muhammadiyah Malang ditempatkan di SDN Ledeke 2, Kelurahan Ledeke, Raijua.
Romarta P. H utagalung dari Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Sarjana Pendidikan Bahasa Prancis, alumni Universitas Negeri Medan dan ditempatkan di SDK Perema, Desa Tanajawa, Hawu Mehara. M. S yarif Rizka H dari Gresik, Jawa Timur, Sarjana Pendidikan Kewarganegaraan, alumni Universitas Negeri Malang dan ditempatkan di SDN Lobolauw, Desa Ledeae, Hawu Mehara
Laudy Laura Octavia dari Banjarnegara, Jawa Tengah, Sarjana Agroteknologi, alumni Universitas Jendral Soedirman, ditempatkan di SD GMIT Menangado, Desa Hallapadji, Sabu Liae. Gitta Indreswari dari Jakarta Barat, DKI Jakarta, Sarjana Matematika, alumni Universitas Indonesia dan ditempatkan di SDN Keliha, Desa Keliha, Sabu Timur. (Yulius Boni Geti)