OPINI: Penguasa Tampak Terlelap, Saat Nusantara Berselimut Asap

Arbi Naefael Deswhendris, Foto: Istimewa

Penguasa Tampak Terlelap, Saat Nusantara Berselimut Asap

 

Oleh

Arbi Naefael Deswhendris

  • Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara Universitas Negeri Padang (UNP)

 

Masih teringat dalam ingatan negeri ini. Disanjung akan hal yang sangat luar biasa sebagai salah satu negara yang kaya akan vegetasi tumbuhan atau flora dengan gaungan.  " Kayu Dilempar Akan Tumbuh, dan Apa yang Ditanam Akan Jadi".

 

Begitulah sekiranya Indonesia, tanah dan kekayaan alam negeri ini. Subur hingga dikenal dunia sampai membuat bumi pertiwi pun akhirnya tersenyum.

 

Kebanggaan itu juga menjurus dari Sabang hingga Merauke terbang mengaum menuju seluruh sudut dunia dengan sebutan " Paru - Paru Dunia ". Dimana Indonesia menjadi salah satu negara penghasil oksigen terbesar dunia setelah negeri amazon di benua Amerika sana.

 

Namun saat ini negeri ini sedang bersedih karena tubuhnya yang renta mulai terbakar hingga hangus sampai ke belukar dan yang tersisa asap yang menyelimuti langit indah Nusantara. Kini pun asap bagai angin yang terbang ke segala arah hingga hampir menutup pandangan hampir menyeluruh di negeri Andalas.

 

Jutaan masyarakat menjadi korban sampai saat ini. Dari yang sudah meninggal hingga menderita sakit di pernapasan. Berbagai aktivitas terhenti dan nyaris berbahaya dilakukan karena akan membahayakan bagi kesehatan masyarakat itu sendiri.

 

Dilihat dari kejadian ini, kita dan pemerintah sudah saatnya belajar dari pengalaman serta hal - hal yang paling penting hingga tak tersandung di kisah yang sama pada tahun - tahun sebelumnya, yang merugikan hingga menjadikan masyarakat korban atas kejadian pilu serta membuat bangsa ini malu karena julukan penghasil oksigen berubah menjadi negeri tropis yang paling urgen.

 

Tapi sekarang realita terbalik dengan rencana, janji pemerintah untuk menurunkan jumlah kebakaran berujung pada hal yang tak terealisasi. Realita lapangan menjelaskan bahwa hutan terpetik oleh api dan pemerintah tidak menilik sampai saat ini.

 

Berkaca dari pernyataan Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menjelaskan bahwa dalam 8 bulan terakhir atau Januari hingga Agustus 2019, kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera khususnya daerah Provinsi Riau yakni mencapai 49.266 hektare (Ha) terjadi di lahan gambut dan tanah mineral.

 

Jumlah ini sangatlah berbahaya dalam suatu kejadian kebakaran hutan hingga membuat menurunnya kualitas udara bersih serta oksigen yang dihasilkan. Memperhatikan kejadian saat ini, dapat dipastikan bahwa kita sudah jauh dari harapan dunia bahwa negeri ini mampu menekan pemanasan global dengan wilayahnya yang sangat hijau terletak dihamparan tanah yang tropis serta subur dan makmur.

 

Tidak dapat dipatahkan lagi, kita hampir dikatakan gagal dalam menjaga alam dan kekayaan yang dimiliki. Mengapa demikian? Dalam contoh kebakaran hutan ini yang sangat nyata berpengaruh pada kualitas hidup masyarakat Indonesia khususnya masyarakat disekitar lokasi yang menjadi musibah.

 

Jutaan pasang mata telah memperhatikan hal ini hingga Negara tetangga pun miris melihatnya, serta terpicu karena mereka pun merasakan dampak dari ini yaitu kabut asap di daerah mereka.

 

Hal ini pun menjadi tanda tanya yang lebih serius. Ketika seluruh lapisan mengetahui bahwa anggaran yang disediakan oleh pemerintah sebesar 1,5 triliun. Telah dinaikan sebesar Rp 2 miliar dari alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) guna untuk rehabilitasi atau pemulihan hutan, anggaran yang pastinya cukup besar,

 

Ini hendaknya dapat mempercepat proses penanganan tapi kenyataannya lambat dalam realisasi pergerakan penanggulangan bencana kebakaran hutan di Nusantara khususnya daerah Sumatera. Peristiwa tersebut terkesan diabaikan. Hal tersebut juga sangat merugikan masyarakat dengan semakin meluasnya areal kebakaran dan tingginya tingkat polusi udara yang dihasilkan.

 

Bisa kita bayangkan betapa tingginya polusi. Disebabkan lahan yang terbakar tersebut hingga menyebabkan udara tidak sehat lagi. belum juga berapa luas hutan yang harusnya dapat menghasilkan oksigen terhadap dunia dan berapa banyak jumlah hewan yang mati akibat kejadian ini.

 

Apakah kita hanya diam disaat negeri ini dilanda bencana yang menggerus marwah negeri ini sebagai penghasil oksigen dan hutan yang luas? Siapakah yang akan bertanggung jawab atas hal ini? Bagaimanakah Peran Pemerintah Dalam Mengatasi ini? Serta Sepelekah Hal Sebesar ini di Mata Penguasa?

 

Pada hakikatnya, negara adalah sebagai penguasa dari kekayaan alam, bumi, dan air didalamnya. Seharusnya dapat merealisasikan titah dari UUD 1945 Pasal 33 (3) yang secara gambalang memiliki titik tuju yaitu rakyat, dilihat dari sisi dasar negara tersebut dikaitkan pada kejadian ini,

 

Negara atau Pemerintah masih belum maksimal dalam memakmurkan rakyatnya. Tentunya memakmurkan bukan hanya sebatas harta dan pendapatan tapi juga bentuk perlindungan seperti salah satunya melindungi dari bencana asap yang menimpa masyarakat di negeri ini dengan percepatan penanggulangan.

 

Sebagai Pemantik dari rentetan kejadian yang sama dengan tahun sebelumnya. Negeri ini tidak kunjung kontrol pada hal urgen yang memperburuk citra bangsa akibat kebakaran hutan.

 

Pertama, Kerusakan sumber daya alam yang membuat hutan semakin menipis begitu juga dengan satwanya. Kedua, Semakin tingginya laju kerusakan yang disebabkan investasi oleh investor yang tak terkendali.

 

Ketiga, Menurunnya angka kualitas udara sehat di negeri ini. Keempat, Menurunnya taraf hidup serta kualitas kesehatan masyarakat. Kelima, Menipiskan anggaran negara karena hal yang sama kerap terjadi sehingga terbengkalainya proses untuk memajukan program yang lain.

 

Karena kejadian tersebut menjadi salah satu hal yang akan mengancam yaitu dengan meningkatnya jumlah pinjaman negara dan tidak stabilnya ekonomi negara, disebabkan dari tingginya anggaran untuk penanggulangan kejadian kebakaran hutan ini.

 

Negeri harusnya segera berbenah. Saatnya belajar bukan hanya soal eksploitasi berbagai bidang. Namun juga dapat mengatasi ataupun memperkecil kejadian yang dapat merugikan masyarakatnya melalui pengawasan hutan yang lebih ketat.  

 

Pemerintah mengawasi pembukaan lahan oleh masyarakat maupun swasta tanpa membakar hutan pada lokasi yang memicu titik api.  Bencana seperti saat ini dapat diminimalisir agar ibu pertiwi dapat tersenyum kembali.

 

Akan Tetapi, dibalik itu semua sebenarnya Secara Hukum dan Peraturan, Pemerintah sudah menciptakan gagasan mengenai Pengendalian Kebakaran Hutan melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009.

 

Namun hal tersebut hanya sebatas aturan tanpa penerapan yang nyata hingga saat ini. Terkadang jika kita lihat secara saksama ada unsur yang syarat akan kepentingan bukan faktor ketidaksengajaan pada kejadian ini.

 

Marilah kita bersama untuk belajar kembali kepada kejadian yang lalu. Agar negeri ini tidak terekploitasi lagi dan tidak merugikan korban untuk masa - masa selanjutnya. Hingga menutup kemungkinan pemerintah lengah serta berimbas yang membuat masyarakat pun akhirnya menjadi berbenah.

 

Sedih yang dirasakan negeri ini merupakan tanggung jawab bersama bukan hanya kita tapi juga wakil rakyat di senayan dan pemimpin kita di istana sana. Tatalah konsep untuk mencegah bukan mengobati lagi, investasi bukan eksploitasi, dan juga untung bukan lagi buntung buat negeri ini.

 

Sudah cukup beribu tagar dipublikasi mengenai save Indonesia, berhentilah untuk dibantu agar tak dipandang sebelah mata. Saatnya kita kembali ke kata wonderfull Indonesia yang terjaga serta bangkit kembali untuk selalu dipuja.

 

Jangan lagi banyak kerumitan, tapi tingkatanlah persatuan, Agar negeri ini jauh akan elit berkepentingan. Negeri ini layak tersenyum tanpa masalah, tanpa beban karena kita kaya, kita punya semuanya. Jayalah Indonesia!!(*)