Pdt. Setiawan Pattipeilohy, S.Th
Saat Seorang Gembala Dipanggil Pulang
Oleh Pdt. Setiawan Pattipeilohy, S.Th
Dalam kenangan dan hormat bagi Rekan Sepelayanan kami di klasis Sabu Barat Raijua. Pdt. Jhon Ly Dali
Hari ini Telah hening suara di mimbar,
Tempat di mana firman pernah menggema menembus malam,
Tempat di mana air mata jemaat pernah jatuh bersama doa,
Dan seorang gembala—hamba Tuhan yang setia—
Pernah berdiri dengan mata yang memandang ke sorga.
Kini, gembala itu telah dipanggil pulang.
Bukan oleh sakit, bukan oleh waktu semata,
Tetapi oleh suara lembut Sang Tuan Ladang:
“Cukup sudah, hamba-Ku, datanglah kepada perhentian-Ku.”
Langit pulau Sabu menangis,
Angin Pulau Raijua berduka di antara pohon lontar,
Dan bumi yang dulu ia injak dengan langkah pelayanan,
Kini menjadi pangkuan terakhirnya di bawah salib pengharapan.
O.......... Pdt. Jhon Ly Dali,
Engkau bukan hanya rekan sepelayanan kami,
Tetapi saudara seiman yang menyalakan pelita di malam gelap.
Engkau berbicara tentang kasih Kristus,
Dan kini engkau menyaksikannya dengan mata sendiri,
Di hadapan takhta kemuliaan Anak Domba.
Kami tahu, tubuh ini telah diam,
Tetapi firman yang kau tabur tak akan pernah padam.
Kau ajarkan kami tentang salib,
Dan kini engkau memanggulnya sampai akhir,
Menyelesaikan perlombaan iman seperti Paulus berkata:
“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik,
Aku telah mencapai garis akhir,
Aku telah memelihara iman.”
Dan di garis akhir itu — Kristus menjemputmu,
Bukan dengan upacara dunia,
Tetapi dengan pelukan sorga.
Namun di bumi ini, Tuhan,
Ada hati yang hancur menatap kepergian itu:
Seorang istri, yang dulu menanti di pastori setiap senja,
Kini duduk dalam diam, memeluk pakaian suaminya yang tak lagi kembali.
Dan seorang anak laki-laki,
Yang masih kecil namun telah kehilangan bahu tempat bersandar,
Menatap peti dan bertanya dengan mata yang basah:
“Apakah Ayah masih berkhotbah di surga, Mama?”
Ah Tuhan...
Betapa dalam luka ini,
Namun di tengah tangis yang menyesak dada,
Ada keyakinan yang menenangkan:
Bahwa maut tak berkuasa atas hamba-Mu,
Sebab Engkau telah menang di kayu salib.
Maka biarlah kami menangis bukan tanpa pengharapan,
Karena kami tahu — ia hanya tidur di dalam Kristus.
Jiwa yang letih kini beristirahat,
Pelayan yang setia kini menerima upahnya.
Hari ini, di tanah Sabu yang kering namun diberkati,
Kami menaburkan bunga bukan sebagai perpisahan,
Melainkan sebagai janji iman:
Bahwa kelak, ketika sangkakala berbunyi,
Dan kubur-kubur terbuka,
Kami akan melihat engkau kembali —
Berdiri dalam kemuliaan,
Mengenakan jubah putih para kudus,
Dan tersenyum sambil berkata:
“Aku telah kembali, Dan setia sampai akhir.”
Selamat jalan, hamba Tuhan yang Setia,
Pdt. Jhon Ly Dali.
Nama dan teladanmu akan hidup di setiap doa jemaat,
Dan setiap lontar yang bergoyang di angin sore Pulau Sabu
Akan berbisik lembut:
“Di sini pernah berjalan seorang gembala,
Yang melayani Tuhan dengan seluruh hidupnya.”
Selamat Jalan Sahabat, Saudara, Rekan Pendeta
Selamat jalan menuju Yerusalem Baru Bersama Pemilik Pelayanan
Bersama ALLAH yang penuh kasih. (*)