OPSI  SEKOLAH DI ERA NEW NORMAL

Foto Istimewa: Lay A. Yeverson

OPSI  SEKOLAH DI ERA NEW NORMAL

 

 

Oleh

LAY A.YEVERSON

Praktisi Pendidikan

 

Sejak ditetapkannya pandemi covid-19 sebagai kejadian luar biasa oleh pemerintah pusat dan diikuti oleh seluruh pemerintah daerah, maka  kegiatan pemerintah berubah dalam pelayanan melalui digital. Dunia digital memang memberi kebebasan, kemudahan, dan tantangan bagi pengguna untuk berkreasi salah satunya sektor pendidikan. Covid 19 telah mengubah model pembelajaran secara mendadak, semua sekolah di indonesia dipaksa menggelar pembelajaran melalui daring. Setelah beberapa bulan menjalankan kegiatan pembelajaran daring kini pemerintah akan menjalankan new normal diberbagai bidang kehidupan.

 

Konsep new normal seperti diungkapkan oleh Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita dikutip dari kompas.com bahwa new normal merupakan perubahan perilaku untuk untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Protokol kesehatan yang menjadi aturan utama dalam konsep new normal adalah menjaga jarak sosial dan menjaga kontak fisik dengan orang lain.

 

Setalah Gubernur NTT menegaskan bahwa pada 15 Juni 2020 akan new normal pelayanan pemerintahan dan layanan publik di seluruh Kab/Kota di NTT. Bagaimana dengan New Normal di sekolah ?. Mengenai pelaksanaan new normal di sekolah sudah tentu ada yang pro dan ada yang kontra. Bagi yang pro sudah saatnya kegiatan pembelajaran dilakukan di tahun ajaran baru dengan memperhatikan prtokol Covid-19. Bagi yang kontra kegiatan pembelajaran sekolah akan menimbulkan klaster baru penularan Covid-19. Berdasarkan data KPAI seperti yang dikutip oleh idntimes.com bahwa delapan ratusan lebih  anak telah terpapar virus Covid-19, yaitu 129 anak meninggal dengan status PDP dan 14 anak meninggal terkonfirmasi positif Covid-19.

 

Mengingat beratnya mengejar ketertinggalan dalam infrastruktur internet, maka hal ini patut jadi pertimbangan serius pemerintah Kab/Kota maupun pemerintah Provinsi NTT. Agar mempertimbangkan pembelajaran daring di era new normal tidak perlu dilanjutkan kecuali pada daerah yang memiliki fasilitas memadai baik sekolah maupun siswa yang memiliki sarana belajar yang memadai di rumah. Kembalikan saja pembelajaran secara moderat yaitu mengkolaborasi pendekatan daring dangan luring. Sambil kemudian pemerintah mempersiapkan infrastruktur lebih luas. Sedangkan gurunya juga ditingkatkan keterampilannya.

 

Dan  jika  konsep new normal untuk sekolah diterapkan pada tahun ajaran baru benar-benar diterapkan  sesuai kalender pendidikan, maka sekolah akan memiliki tanggung jawab yang besar selain mendidik, dan memberikan kegiatan pembelajaran juga menyelamatkan warga sekolah dari penularan Covid-19. Untuk memberlakukan new normal harus dapat dipastikan bahwa sekolah telah siap menerapakan protokoler kesehatan secara ketat.

 

Kebijakan Gubernur NTT yang akan memberlakukan new normal untuk layanan puhblik di NTT perlu diapresiasi. Untuk itu pemerintah  daerah perlu mencari opsi yang tepat untuk mendorong terlaksanannya new normal di sekolah. Ada beberapa opsi yang penulis tawarkan untuk didikusikan agar dapat di mengambil sebuah keputusan tepat untuk implementasikan kebijakan new normal.

 

Opsi yang pertama  hanya sekolah SMA/SMK  saja yang di buka tiga hari dalam seminggu  dengan sebagian siswa belajar di rumah . Kedua semua jenjang sekolah  SD, SMP, SMA/SMK dibuka tiga hari seminggu dengan sebagian siswa belajar di rumah. Maksud dari sebagaian siswa  belajar dirumah adalah para siswa yang memiliki fasilitas belajar yang memadai dan yang kurang sehat. Ketiga semua jenjang sekolah di daerah kab/kota atau wilayah kecamatan yang tidak terpapar covid-19 dapat dibuka empat hari seminggu dan semua dengan lama belajar empat jam pelajaran sehari.

 

Keempat  semua jenjang sekolah  SD, SMP, SMA/SMK  dibuka empat hari seminggu dan  siswa mengikuti proses belajar mengajar di kelas, kecuali siswa yang sakit. Jika salah satu opsi tersebut dilaksanakan maka guru-guru tetap wajib masuk sekolah pada hari sekolah tersebut, sedangakan pemantaun dan supervisi  tetap dikendalikan oleh  pengawas pembina satuan pendidikan masing-masing.

 

Untuk jam pembelajaran tatap muka dapat dilakukan secara singkat karena tujuan tatap muka hanya memberi penguatan psikologi agar siswa tetap memiliki motivasi belajar dan  karakter yang kuat, memberikan penjelasan pokok-pokok materi dan selanjutnya dilakukan dirumah dalam bentuk kegiatan projek atau pendekatan tugas lainnya.  pembelajaran tatap muka di era new normal tidak semudah yang dibayangkan, karena siswa akan langsung belajar di sekolah dengan menerapkan protokol kesehatan covid-19 setelah belajar dari rumah.

 

Untuk pendekatan pembelajaran, guru dapat menggunakan berbagai model dan metode pembelajaran yang cocok dengan keadaan lingkungan belajar siswa di rumah  maupun disekolah. Salah satu contoh  pendekatan misalnya pendekatan  pembelajaran terpadu (Integrated learning)  kurikulum terpadu (integrated curriculum).

 

Kunci kesuksesan dan efektifitas  pelaksanaan kegiatan pembelajaran new normal di sekolah adalah adanya kerja sama tim baik itu  team teaching, dan tenaga administrasi di satuan pendidikan, serta supervise, pemantauan, dan pembinaan dari pengawas pembina satuan pendidikan. Sistem pembelajaran yang dilakukan dalam era new normal mestinya dilakukan secara mooderat yaitu dengan mengkolaborasikan  PBM daring dan luring.

 

Dalam pelaksanaan pembelajaran tatap muka maka perlu atau luring satuan pendidikan dalam hal ini pengawas pembina, kepala sekolah, guru dapat melakukan pemetaan mata pelajaran yang akan diajarkan secara tatap muka atau luring maupun daring, sehingga dalam kegiatan pembelajaran tatap muka tiadak semua pelajaran diajarkan secara tatap muka. Meskipun mata pelajaran yang tidak masuk dalam pemetaan pembelajaran tatap muka namun guru-guru mata pelajaran tersebut wajib masuk pada hari sekolah dibuka. Tujuan dari kehadiran guru adalah agar dapat melakukan pembimbingan siswa baik secara mental, spiritual maupun melatih keterampilan lainnya.

 

Tentu saja tidak semua guru memiliki kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru atau membuat inovasi dalam pembelajaran, namun paling tidak dapat berupaya untuk mencoba mengimplementasikan model-model pembelajaran yang tepat di era new normal. Apalagi guru bukanlah orang yang serba tahu tentang segala hal dan guru, sebagai manusia, tak luput dari kekurangan. Untuk itulah seorang guru  membutuhkan sosok lain yang bisa diajak kerja sama dalam meningkatkan mutu pembelajaran melalui alah satu straregi Team Teaching. Ahmadi dan Prasetya (2005) dalam https://danisarizkika.wordpress.com/2010/10/27/manfaat-adanya-team-teaching-di-sekolah, menyatakan bahwa Team teaching adalah suatu pengajaran yang dilaksanakan bersama oleh beberapa orang. 

 

Team Teaching dapat dijadikan sebagai alternatif  dalam pelaksanaan new normal disekolah. Keunggulan dari penerapan Team Teaching diantaranya adalah dapat membangun budaya kemitraan yang positif diantara guru sehingga terjalin kerja sama (kolaborasi) dalam meningkatkan proses pembelajaran yang lebih baik. Team-teaching dapat menjamin siswa bisa mendapatkan perhatian yang cukup dalam memahami pelajaran yang diberikan.

 

Hal ini membuat guru semakin peka terhadap situasi-situasi faktual di kelas. Team-teaching dapat menjalin komunikasi yang intensif antar guru. Selain itu anggota tim teaching dapat memprediksi kesulitan siswa. Menurut pemikiran penulis bila dikaitkan dengan kebijakan new normal di sekolah maka kegiatan pembelajajaran terpadu/kolaborasi dapat dikembangkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran, melalui Team Teaching. Apa yang dikatakan oleh Pak Gubernur bahwa "Saat ini yang dibutuhkan bukanlah superman, tapi supertim. Kalau kita bekerja secara tim, maka semua program saya yakin bisa berjalan dengan baik," mari kita mencoba di sekolah kita masing-masing belajar bekerja dalam sebuah tim.(*)

 

Penulis tinggal di Kota Kupang