Wartawan yang Pernah Dikirimi Potongan Kepala, Peter Rohi Berpulang

Wartawan Senior: Peter Apollonius Rohi

Kupang, Pelopor9.com - Kabar duka datang dari Peter Apollonius Rohi atau Peter Rohi, sosok wartawan senior yang pernah dikirimkan potongan kepala Manusia.

 

Kabar itu berseliweran di media Sosial. Kebenaran akan wafatnya sejarawan Indonesia itu, diamini salah satu putra Sulung Peter Rohi, Engelbert Yohanes Rohi atau Jojo Rohi.

 

Opa Peter, Sapaan akrab masyarakat Pulau Sabu meninggal di RS Katolik St. Vincentius a Paulo (RKZ) Surabaya Jawa Timur, akibat sakit struk yang diderita.

 

“Goodbye Papa, RKZ – Surabaya 10 juni 2020, 6.45 WIB,”tulis Jojo di akun Facebooknya, Rabu (10/06/2020).

 

Kabar itu menyisahkan duka mendalam bagi keluarga, sahabat kenalan. Opa Peter layak disebut sebagai perpustakaan berjalan. Ribuan judul buku telah dibacanya.

 

Puluhan buku pula telah ditulisnya. Ketika diskusi, Cerita sejarah tak habis. Buku terkenal di Masyarakat Sabu Raijua Kako Lami Angalai.

 

Buku itu mengisahkan perjuangan Riwu Ga, 14 tahun mengawal Presiden Pertama Indonesia, Soekarno.

 

Kapan dan di mana saja? Ia seperti perputakaan berjalan. Selalu kaya akan refrensi.

 

Opa Peter dikenal sebagai wartawan yang idealis. Pernah dikirimkan kepala manusia pada masa presiden Soeharto. Karena tulisan investigasi kritisnya.

 

Dua hari setelah ulang tahun ke 41, 16 November 1983, potongan kepala manusia yang masih berlumuran darah mendarat di rumah.

 

Saat itu, Opa Peter sebagai Redktur Palaksana Harian SUARA INDONESIA, Malang, sebuah anak perusahaan Sinar Harapan.

 

Jiwa investigasinya mengagumkan dalam menggali sejarah Nasional, mengungkap setiap peristiwa besar.

 

Opa memerintakan koresponden Suara Indonesia untuk mencatat korban peristiwa Petrus, Penembak Misteris.

 

Pencatatan identitas korban itu, dianggap menghalangi Penembak Misterius.

 

“Lalu dikirimilah paket kepala manusia dalam kantong plastik dimasukkan di sebuah box kardus,”ujar Opa Peter tiga tahun silam.

 

Berita pengiriman paket kepala manusoia ini mendapat reaksi keras dari dunia internasional.

 

Opa Peter diwawancarai wartawan dari Eropa, Ketua IGGI datang dari Belanda minta pada Jend. Beny Moerdani (Kopkamptib) sebagai jaminan keamanan.

 

Martha Meyer dari Amnesti Internasional di Negeri Belanda mengusahakan dan menawarkan keluar dari Indonesia untuk sementara waktu sebagai wartawan yang mendapat tugas belajar ke AS.

 

Namun, tidak terima oleh Opa Peter. Opa Peter tetap menulis di Indonesia. Baginya, menulis menjalankan misi kemanusiaan.

 

Setiap orang diproses secara hukum dengan adil. Bukan dengan menghilang nyawan tanpa proses peradilan.

 

“Saya memilih tetap di Indonesia, terus menulis dan berjuang sampai akhirnya Soeharto menghentikan operasi PETRUS di Tanah Air,”lanjut pria keturunan Sabu ini.

 

Soeharto menurut pengakuannya kemudian dalam biografinya, bahwa dia memerintahkan pembunuhan misterius sebagai schockteraphy untuk menekan para preman yang makin merajalela ketika itu.

 

Investigasi Pria kelahiran Pulau Timor 14 Nopember 1942 ini, menghasilkan karya besar. Meluruskan tempat kelahiran mantan Presiden Indonesia, Soekarno.

 

Dilakukan seminar kelahiran Soekarno di Surabaya. Sebagaimana dalam arsip dan buku sebelum masa pemerintahan, Soeharto.

 

Opa Peter terus melakukan investigasi peristiwa sejarah, berkeliling dengan Sepeda motor sampai Bipolo, Nawen, Barate Kaputen Kupang, hanya untuk menemukan jejak perjuangan Sonbay.

 

Berkeliling sampai Fatuoni, Ekateta untuk menggali dan mengenang masa pengasingan raja Alfons Nisnoni. Di mana Ayahanda Opa Peter, saat itu juru tulis Raja.

 

Ada banyak niat opa untuk mengangkat derajat masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Baginya, orang NTT harus bangga dan belajar pada sejarah sendiri.

 

Ia hendak membangun Patung James Cook di Pulau Sabu.

 

Membangun kampung kelahiran, Musik Rock and Roll dunia pertama di Camplong kabupaten Kupang. Serta membuat film dokumenter.

 

Membangun patung Riwu Ga, sosok pengawal Soekarno di Pulau Sabu. Juga mengusulkan nama Fasilitas Publik seperti Bandara atau Pelabuhan di Sabu diganti dengan Riwu Ga.

 

Membangun patung Alex Abineno, di kota Kupang serta menamai sejumlah jalan dengan nama pejuang asal NTT.

 

Di Sabu Raijua sementara merenovasi makam pahlawan perintis Kemerdekaan, yang merampas kapal 7. Makam Ludji He atau Julian Hendrik.

 

Sungguh banyak niat, untuk mengangkat derajat orang NTT.

 

Namun sayang, ada beberapa pemimpin yang berpikir sekelas Rukun Tetangga, sehingga sampai sekarang niat itu belum ditanggapi.

 

Opa Peter kini telah Tiada. Karya dan perjuangannya akan abadi. Selamat jalan Opa Peter Apollonius Rohi. Keluarga yang ditinggal diberi ketabahan. (R-1)