Kondisi Geografis, Masalah Utama Pemasaran Hasil Produksi Garam Sabu Raijua

Plt. KadisDinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Perindustrian dan Perdagangan, Lagabus Pian

Menia, Pelopor9.com – Kondisi Geografis Kabupaten Sabu Raijua (Sarai), menjadi salah satu alasan bagi Pemerintah Daerah (Pemda), dalam hal ini, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Perindustrian dan Perdagangan sulit melakukan pemasaran hasil produksi garam yang selama ini sudah menumpuk di gudang.

 

“Selain itu, jauh dari lokasi industri garam,  biaya ongkos angkut garam dari sabu Raijua pun terbilang mahal dibandingkan dengan daerah lain  sehingga berpengaruh dengan daya beli pengusaha” demikian dikatakan oleh Plt. Kadis Disperindag, Lagabus Pian kepada media ini di ruang kerjanya, Rabu (31/03/21)

 

Dikatakannya, biaya pengangkutan dari Sabu sampai ke lokasi industry di Jawa sangat mahal, yakni 600 ruoiah/kg, itu diliuar harga garam yang akan dibeli oleh para pengusaha.

 

“PT. Rajawali Sarana Nusantara yang selama ini jadi langganan untuk beli garam di Sabu Raijua, tahun 2018 dengan harga Rp. 2.500/kg. Tahun 2019 dan 2020 harga turun, sesuai ketentuan kebijakan impor menjadi Rp. 700 rupiah hingga Rp. 500/kg”kata Lagabus.

 

Penjualan garam pada tahun tahun 2019 sampai 2020  menurutnya, mencapai 700 - 750 ton, dalam setahun terjadindua kali transaksi. Dinas terus berupaya membangun komunikasi dengan pihak industri di Jawa, namun pembeliannya tetap melalui agen-agen yang sudah ditentukan.

 

Kadar Garam Sabu Raijua menurutnya, sudah memenuhi standar industri, yakni kadar Nhcl nya 96,2 persen dan merupakan kulaitas garam terbaik nomor 1 di Indonesia dan lokasi penggunaan garam industri terdapat di 3 wilayah, yakni Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

 

“Garam kita sudah penuhi syarat dengan kadar NhCl 96, 2?rkualitas nomor 1. Jadi sudah memenuhi stndar industri. Artinya garam kita adalah garam industri yang siap diterima oleh industri”jelasnya. (R-2/jom)