ISRI:  Pendidikan Karakter Indonesia Masih Sebatas Wacana

Ketua Bidang Pendidikan DPN ISRI, Harjoko Sangganagara (tengah, Wakil Ketua Umum DPN ISRI, Tarto Sentono (kanan).

Jakarta, Pelopor9.com - Peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2019 hendaknya dapat memberi spirit baru. "Memajukan Pendidikan dan Menguatkan Kebudayaan Nasional" dalam kerangka Menguatkan dan Mempertebal Paham Kebangsaan, Wawasan Kebangsaan dan Cinta Tanah Air Indosesia. Sesuai dengan Tujuan Nasional Bangsa Indonesia bahwa dibentuk dan disusunnya Pemerintahan Indonesia di antaranya yaitu Memajukan Kesejahteraan Umum dan Mencerdaskan Kehidupan Bangsa.

Demikian siaran Pers yang disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI), Tarto Sentono kepada Pelopor9.com, Rabu (1/5/19).

Dirinya mengatakan bahwa memperingati Hari Pendidikan Nasional tidak bisa lepas dari peran Ki Hadjar Dewantara dengan Tamansiswa Perguruan Nasional Bercorak Kebangsaan yang Anti Penjajahan dan Penindasan. Saat ini ada kecendurungan menurunnya semangat kebangsaan Indonesia dengan munculnya kelompok - kelompok identitas dengan simbul dan jargon dari golongan atau kelompok identitas tersebut.

“Persoalannya bagaimana Pendidikan Nasional bisa mewujudkan Kesejahteraan bangsa (Bangsa Indonesia yang sejahtera) dan Mengasilkan Manusia-manusia yang Cerdas seperti amanat alenia ke IV Pembukaan UUD 1946, tidak sekedar pandai. Tetapi Manusia cerdas yang dimaksud pada pembukaan UUD 1945 yaitu manusia yang mempunyai komitmen Kebangsaan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945” ujarnya.

Lebih lanjut dikatakannya bhawa, manusia yang mempertahankan dan melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Tantangan yang dihadapi Pendidikan Nasional saat ini yaitu Pendidikan  di jaman 4.0 yang serba digital, dan global dengan segala masalah dan kemudahnya, Dengan "Memajukan Pendidikan dan Menguatkan Kebudayaan" tetap bisa Mewujudkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, serta menghasilkan hasil didik anak bangsa yang cerdas, paham persoalan yang dihadapi bangsanya dan mempunyai kemampuan  mengahapi kemajuan alam dan jaman, dengan segala kompetisinya, tetapi tetap mencintai Pancasila bangsa dan negara Republik Indonesia.

Tarto yang sudah lama berkecimpung di Taman Siswa ini, menyayangkan pendidikan karakter ke Indonesian masih sebatas wacana, bahkan residu radikalisme saat ini yang dirasakan adalah buah dari sistem pendidikan selama ini berjalan, justru saat Menteri Pendidikan Sarmidi Mangunsarkoro, Konsep pendidikan karakter Ke Indonesian itu dapat terealisasi yang mana cirikhas Indonesia dengan Pancasila dan Budi Pekerti selalu melekat dalam dunia pendidikan Indonesia.

Sementara Ketua Bidang Pendidikan Dewan Pengurus Nasional (DPN) Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia, Harjoko Sangganagara, terkait refleksi Hari Pendidikan Nasional meminta agar alternatif pengelolaan  yang dibuat dapat menjadi yang efektif maka sedapat mungkin terhindar dari kelemahan dan dapat memanfaatkan potensi yang dimili untuk menjawab tantangan dan menghadapi ancaman. Berdasarkan alasan itu maka dibuatlah prioritas berikut ini yang harus untuk dibenahi dan diutamakan dalam pengalokasian anggaran pendidikan berbasis kearifan lokal di Indonesia.

“Prioritas diberikan pada  peningkatan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pendidikan, pemenuhi kekurangan guru baik segi kuantitas maupun kualitasnya pada setiap daerah, khususnya daerah-daerah terpencil .Peningkatan profesionalisme guru maupun tenaga kependidikan maupun profesionalisme pengelolaan pendidikan” ujarnya

Selain itu Pemanfaatan media teknologi modern pada fungsi pendidikan, pemberian bantuan biaya pendidikan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga berpendapatan rendah atau miskin terutama yang berada di desa-desa tertinggal. Secara lebih spesifik adalah anak-anak petani, nelayan, dan buruh.

“Peningkatan relevansi pendidikan dengan tiga  hal yakni pertama, falsafah yang melandasi masyarakat Indonesia yaitu falsafah gotong royong dan silih asuh, silih asih, dan silih asah. Kedua, potensi religiusitas masyarakat berkontribusi pada usaha keras dalam mencerdaskan dirinya dan berkompetensi untuk mendapatkan ilmu pengetahauan. Ketiga, tersedianya dunia industri dan dunia usaha yang bisa mendukung kegiatan pembangunan pendidikan di Indonesia”ungkapnya (RI/TIM).