Salah satu rumah warga di Kecamatan raijua yang rusak akibat badai Seroja tahun 2021 lalu
Kupang, Pelopor9.com -, Siklon tropis atau badai seroja pada 5 April 2021, telah mengakibatkan cuaca ekstrem berdampak bencana hidrometeorologi yang mengucang wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Akibat cuaca ekstrem tersebut terjadi banjir bandang, tanah longsor serta angin kencang di 21 kabupaten/kota di wilayah NTT.
Demikian disampaikan oleh Walhi Deddy F. Holo, Koordinator Divisi Perubahan Iklim dan Kebencanaan WALHI NTT dalam rilisnya yang diterima media ini, Senin (5/4/22)
Dalam rilisnya menyebutkan, Fenomena seroja yang terjadi karena adanya dampak dari peruabahn iklim global, kita ketahui bahwa mencairnya es di benua antartika akibat dari kegiatan manusia yang tidak menjaga keseimbangan ekosistem menjadi salah satu peyebab berbagai bencana di belahan dunia.
Pasca seroja di NTT banyak pihak sudah melakukan upaya pemulihan baik itu pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan komunitas. Ini sebagai upaya memulihkan korban bencana alam dalam mendapatkan berbagai kebutuhan seperti sandang, papan dan pangan.
Di sisi lain jika kita mencermati siklus seroja yang melanda wilayah NTT tentu kita berharap upaya pemerintah lebih serius dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di wilayah-wilayah yang rentan terhadap bencana dan perubahan iklim hal ini untuk mengurangi risiko dampaknya, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memberikan pendidikan kritis terkait dengan linggkungan hidup, selain itu juga perlu dilakukan pelatihan-pelatihan bagi warga sebagai upaya penguatan kapasitas respon bencana.
Mementum satu tahun Seroja, WALHI NTT merekomendasikan beberapa poin kepada pemerintah di NTT diantaranya :
1. Pemerintah perlu menetapakan momentum badai Seroja yang melanda NTT sebagai “Hari Bencana” hal ini bertujuan untuk selalu mengingkatkan kita semua agar lebih memperkuat system respon adaptasi dan mitigasi dan risiko bencana
2. Perlu adanya penguatatan system informasi dan edukasi secara berkala dari pemerintah terkait dengan mitigasi dan adpatasi perubahan iklim dalam rangka meminimalisir risiko bencana
3. Adanya peta rawan bencana di wilayah NTT hal ini bertujuan agar dalam penanggulangan bencana di wilayah yang rentan bencana dapat diantisipasi secara dini
4. Adanya kebijakan konservasi Kawasan pesisir untuk mengurangi dampak kenaikan air laut terhadap masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
5. Adanya konsep atau rumusana kebijakan terkait dengan pembangunan yang berkeadilan iklim sesuai dengan nilai dan kearifan lokal masyarakat di NTT.
6. Membentuk forum respon multistakeholder yang dapat merespon secara cepat dan tepat dalam memberikan informasi kepada masyarakat di setiap kabupaten/kota di wilayah NTT.
7. Pemerintah di NTT harus lebih sigap dalam menghadapi bencana alam dengan membangun system adptasi dan mitigasi yang kuat di level pemerintahan kabupaten/kota dan desa.
8. Pemerintah di NTT harus serius melakukan pemulihan pasca badai Seroja di NTT
9. Mencegah adanya pembangunan yang tidak peka kebencanaan mengingat NTT adalah provinsi kepulauan dengan tingkat kerentanan bencana tinggi terutama bencana alam
10. Melakukan Pendidikan kebencanaan dan dampaknya secara berkala di wilayah NTT terutama wilayah yang rentan terhadap bencana. (R-2/*)