Kapospol Raijua Bripka LGR dengan korban Gerson Lata (kanan) saling berciuman setelah sepakati damai
Menia, Pelopor9.com - Kasus pemukulan yang menghebohkan dunia maya oleh oknum anggota Polres Sabu Raijua, LGR alias Lifron (38) dinilai mencoreng nama baik institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Pasalnya, tindakan tersebut anarkis, arogan dan tidak dibenarkan secara hukum. Hal itu merupakan perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan yang bersangkutan.
Demikian disampaikan praktisi hukum, Yonathan Tarru Happu kepada media ini, Senin (22/08/22).
Menurutnya, aparat Polri harus menjadi pelindung, pengayoman dan pelayanan, masyarakat. Apabila ada masyarakat yang melakukan kesalahan, sebagai aparat penegak hukum tidak boleh melakukan tindakan anarkis dan tindakan arogan.
"Jika memang masyarakat melanggar hukum silahkan diproses hukum, sesuai hukum yang berlaku bukan penyelesaian dengan cara polisi melakukan tindakan di luar ketentuan undang - undang,"tegas pengacara muda NTT ini.
Sebab, siapapun di Republik ini yang melanggar hukum mesti diproses sesuai degan peraturan yang berlaku entah itu pejabat negara, polisi, maupun masyarakat biasa.
Dikatakan, pemukulan terhadap warga RT.10/ RW.05 Kelurahan Ledeunu, kecamatan Raijua, Gerson Lata bukan baru pertama. Oknum yang menjabat kapospol Raijua, Polres Sabu Raijua itu, sudah berulang kali. Namun masyarakat tidak berani melaporkan karena diintimadasi.
Dia meminta Kapolres Sabu Raijua, Kepala kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur, Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk memproses hukum oknum tersebut. Agar kasus serupa tidak terjadi, demi menjaga wibawa Polri sebagai pengayom masyarakat.
"Saya sebagai putra asli Raijua, sering mendengar keluhan dari masyarakat terkait perilaku dan tindakan dari oknum kapospol tersebut yang selalu mengintimidasi dan melakukan tindakan anarkis terhadap masyarakat sehingga wajar dan patut oknum tersebut diproses sesuai hukum yang berlaku,"pungkasnya.
Terkait, beredar foto korban dan pelaku di media sosial dengan narasi, bahwa persoalan tersebut sudah dilakukan perdamaian. Alumni UKAW Kupang ini, berpendapat bahwa hal itu tidak menggugurkan unsur pidana.
"Dari sisi hukum pidana surat perdamaian itu tidak bisa menghapus perbuatan pidana, dugaan saya bahwa surat itu dibuat dalam keadaan tekanan dari oknum kapospol tersebut sehingga cacat menurut hukum. Jadi singkatnya perbuatan oknum kapospol tersebut adalah tindakan penganiayaan yang termasuk dalam kategori perbuatan pidana yang dapat di proses sesuai fakta -fakta dan bukti yang ada sehingga jangan ada lagi masyarakat yang selalu diintimidasi,"ujarnya.
Dia berharap, keluarga tidak perlu takut akan segala bentuk intimidasi dan kasus segera dilaporkan kepada Kepolisian Repolisian Republik Indonesia.
Kasus ini viral di sejumlah group media sosial Facebook, Flobamorata Tabongkar dengan anggota 112.539, K E L A R A D U I OFFICIAL dengan anggota 54.634.
Akun media sosial, Putri Salju, mengatakan bahwa korban dijemput ke kontrakan pelaku yang berlokasi di pantai Namo lalu dibuat surat pernyataan damai. Foto tersebut dibuat seolah - olah korban mau berdamai.
Dia meminta Kapolres sabu Raijua, AKBP Jacob Seubelan, SH untuk segera tindaklanjuti dan diproses kasus yang mencoreng institusi Polri ini. Tegasnya, wilayah kecamatan Raijua harus dibersihkan dari oknum anggota Polri yang bergaya preman.
"Kami tidak ingin, lihat tampang preman di Raijua sini, segera dimutasi dan bina anggota bapak ini. Sangat memalukan dan menjijikan. Penegak hukum tapi mempermainkan hukum itu sndiri,"tulisnya pada group Facebook KELARADUI dengan anggota 21.504.
Sementara, Akun Berantas Hoag menuliskan di group KELARADUI dengan anggota 14.650, untuk memproses pelaku sebelum institusi Polri rusak.
"Satu kata untuk Lifron pecat sebelum institusi polri ini rusak, masih banyak anggota polri yang baik, lebih baik pecat Lifron yang memiliki sifat preman dari pada satu institusi rusak,"tulisnya, pastingan yang telah dibagikan 14 kali, dan 15 komentar itu. (R-1)