Logo PERMASA (kiri) dan Logo HIMARA (kanan).
Menia, Pelopor9.com – Organisasi Kemahasiswaan Asal Sabu Raijua, Perhimpunan Mahasiswa Asal Sabu (PERMASA) - Kupang, Himpunan Mahasiswa Raijua (HIMARA) – Kupang berharap Polres Sabu Raijua menjatuhi hukuman berat kepada anggota Polres Sabu Raijua, Bripka Liftron Ratu.
PERMASA Kupang meminta Polres Sabu Raijua memperhatikan semua unsur pelanggaran Kode Etik yang telah dilanggar Bripka Lifron Ratu selama ini terhadap masyarakat Raijua, terutama terhadap korban, Gerson Lata.
"Harapan kami, semua unsur pelanggaran kode etik harus diperhatikan, termasuk dampaknya bagi masyarakat terutama korban. Propam harus benar-benar serius mengadili pelaku sesuai pelanggaran yang dia buat," kata Sekretaris PERMASA Kupang, Jefri Tuka, melalui rilisnya kepad media ini, Minggu (11/9/22).
Menurutnya, tindakan yang dilakukan Lifron Ratu terhadap korban, Gerson Lata adalah perbuatan pidana dan pelanggaran kode etik berat. Sehingga harus diberikan sanksi yang berat pula. Bahkan, yang paling mungkin adalah membebaskan dia dari anggota Polri agar tidak terus mencoreng citra polri.
"Masyarakat juga tentu tidak akan merasa nyaman kalau Lifron masih jadi polisi, karena yang mereka lihat, si Lifron sebagai polisi hanya karena seragam dinasnya, sedangkan tindakannya itu seperti preman,"tegasnya.
Lanjutnya, apabila korban sudah membuat laporan Pidana Umum (Pidum), hal itu juga perlu menjadi pertimbangan dalam memberikan sanksi yang berat.
"Kan si Lifron melakukan pemukulan tanpa ada negosiasi dan bukan karena situasi terpaksa. jadi kalau tidak dipecat, maka kami akan minta Mabes Polri yang ambil alih kasus sekaligus periksa Kapolres dan Tim yang menangani kasus ini,"tegasnya.
Semnatara Ketua Himpunan Mahasiswa Raijua (HIMARA), Noberson Lena meminta agar sidang kode etik harus tranpsran dan tidak memihak atau menguntungkan Bripka Lifron Ratu sebagai anggota Polres Sabu Raijua, yang juga Kapospol Raijua di kecamatan Raijua.
"Harapan kami mahasiswa Raijua, bagaimana persidangan transparan dan tidak memihak atau menguntungkan satu pihak tapi dilakukan dan diputuskan sesuai dengan konsekuensi hukum yang berlaku dalam sidang etik Polri,"katanya.
Mahasiswa Jurusan FKIP Bahasa Indonesia Undana ini menegaskan, keputusan kode etik besok (Senin, 12/09/22) menjadi penilaian bagi Polri dalam menegakan hukum.
"Karna keptusan itu, akan menjadi penilaian publik terhadap kualitas kerja,"katanya. (*R-2)