Sekolah Lapang Pendekatan Kemandirian Pangan di Desa Ledetallo

Bendelina Doko (kanan, Inzet) dan Teofilus Rohi (kiri, Inzet) dengan Latar Kegiatan Sekolah Lapang

Menia, Pelopor9.com – Yayasan Sheep Indonesia melakukan berbagai terobosan dalam memecahkan persoalan yang dihadapi petani. Salah satu dengan pendekatan pendampingan melalui Sekolah Lapang sebagai pusat belajar dan berbagi.

 

Sekolah Lapang juga mengajarkan tentang cara dan model bertani yang menguntungkan dan pertanian ramah lingkungan.

 

Pendekatan dengan metode pendampingan sekolah lapang bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi. Dimana pada akhirnya akan tercipta ketahanan dan kemandirian pangan masyarakat.

 

Hasilnya telah dirasakan masyarakat, dimana kelompok belajar mulai dari penyiapan lahan, penanaman seperti jarak tanam dan pemilihan bibit, pemeliharaan seperti pemupukan, dan penyiangan serta pengendalian hama burung.

 

Kelompok binaan Yayasan Sheep yang dinamakan Organisasi Masyarakat Basis (OMB) Ruba Muri Desa Ledetallo ini berfokus pada ketahanan pangan melalui budidaya sorgum. Kelompok juga belajar mengolah hasil panen sebagai sereal yang diberikan kepada anak stunting. 

 

“Dari nenek moyang kita biasa tanam sorgum biasa tidak pakai pupuk, tanam saja begitu. Setelah mendapat pengalaman dari Yayasan Sheep, mereka memberitahukan kepada kami agar tanam dengan jarak sekian, ada pengolahan tanah dan juga pemupukan”, kata Bendelina Doko, warga (39) RT.07/RW 04 Dusun 2 Desa Ledetallo, kecamatan Sabu Liae, yang juga anggota kelompok Ruba Muri, Kamis (12/09/24) di kantor Desa Ledetallo.

 

Sekolah lapang dinilai sangat membantu karena petani belajar langsung mengenali dan mengidentifikasi masalah, melakukan pengendalian dan pengobatan dengan berbagai perlakuan.

 

“Kita bisa belajar dari situ (sekolah lapang), memang kita sudah praktek waktu kerja lapang itu. Dan hasilnya beda dengan yang kita tanam – tanam itu”, lanjutnya.

 

Salah satu persoalan dalam budidaya sorgum adalah hama burung. Masyarakat resah dengan serangan hama yang belum ditemukan solusi. 

 

Kehadiran Yayasan Sheep Indonesia dalam penanganan hama burung menggunakan bubuk kencur dirasa sangat membantu petani. 

 

Ramuan bubuk kencur diletakkan dan digantung dengan jarak 2 meter pada dahan sorgum. Aroma bau kencur yang tidak disukai burung menjadi senjata ampuh dalam pengendalian hama burung. 

 

Proses pembuatan dan aplikasi pengendalian hama burung cukup mudah. Kencur yang telah dihaluskan dibungkus dalam potongan kain, selanjutnya ditempatkan pada area lintasan burung. 

 

"Ditumbuk waktu itu, baru kita ikat pakai kain, baru kita gantung di dahan, di daun begitu”, ujarnya.   

 

Hasil panen sorgum tahun 2023 cukup menggembirakan dan berlimpah. Karena ditunjang curah hujan yang cukup dan pengendalian hama terkendali. 

 

Namun pada tahun 2024 curah hujan minim sehingga kelompok dan masyarakat Desa Ledetallo mengalami gagal tanam. Saat ini petani mengalami kesulitan bibit sorgum.

 

Meskipun kesulitan bibit karena gagal tanam dan panen, petani tetap antusias dengan semangat membara akan menanam pada musim hujan 2025. 

 

Kesulitan bibit masih bisa diatasi. Namun persoalan mendasar yang petani hadapi adalah ketersediaan air. Selama ini, petani mengandalkan air hujan untuk bercocok tanam. 

 

Diharapkan pemerintah dapat melakukan berbagai terobosan dalam penyediaan air. Sehingga petani dapat bertani pada musim kemarau. Maupun sebagai persediaan air untuk kebutuhan sehari - hari. 

 

"Masalah bibit kita bisa usaha, asal masalah air dulu selesai”, harapnya.

 

"Kalau ada air, kita bisa tanam setiap musim. Kendalanya di air.  Yang menjadi masalah di sini kan kekurangan air, ketika kita punya niat mau tanam sorgum di musim kemarau, kendalanya di air", lanjut Teofilus Rohi (44) warga RT.04/RW 02 Dusun 1 Desa Ledetallo.

 

Hasil panen tahun 2023 itu, digunakan sebagai pangan pencegahan stunting. Dimana kelompok bekerjasama dengan pihak kesehatan dari Puskesmas. 

 

Pengolahan pasca panen seperti makanan siap saji berupa sereal. Pengolahan ini untuk mendorong semangat masyarakat dalam meningkatkan hasil produksi sekaligus berimbas pada peningkatan ekonomi. 

 

"Banyak kan menyukai Energen, jadi kita belajar membuat sereal itu. Dan banyak peminat juga. Mau lanjut juga kita kewalahan di Sorgum. Tidak ada begitu”, pungkas. 

 

Selama ini, hasil dari sorgum tidak mencukupi kebutuhan tahunan satu keluarga. Masyarakat mengusahakan penghidupan lain, seperti nelayan, menyadap nira lontar, dan beternak.

 

Masyarakat dapat mencukupi kebutuhan tahunan, dengan bekerja sampai 6 mata pencaharian sebagai penghidupan. 

 

"Bisa 5, 6. Aktifitas di laut, di darat. Kalau laut lagi meti (read, air laut surut) yaa, ada yang pergi laut. Ada yang di kebun, ada yang iris tuak”, pungkas nya. 

 

Tantangan lain dalam budidaya sorgum adalah pengolahan lahan dan penggemburan tanah serta penyiangan yang masih manual. 

 

Diharapkan pemerintah dalam mendukung petani dengan teknologi pertanian mutakhir yang dapat menggantikan tenaga manusia. Sehingga bisa efisien waktu dan tenaga. 

 

Pemerintah perlu melakukan identifikasi dan perlindungan Varietas lokal melalui kebijakan pembatasan benih sorgum dari luar daerah masuk dan demplot budiaya benih lokal serta membuat penangkar benih lokal sorgum. 

 

Selain itu, pemerintah diharapkan menggalakkan budidaya pangan lokal (Sorgum), dan menjadikan sebagai bantuan sosial agar hasil pertanian bisa diserap dan menguatkan minat petani, sehingga cadangan pangan keluarga dan daerah tercukupi dari dalam daerah sendiri. (R-1/*Adv-kerjasama YSI dan Pelopor 9)