Advetorial: Ini Alasan Orang Belu Menari Likurai

Pose Bersama Penari Likurai asal Belu berpose bersama usai pementasan di Komunitas Salihara Jakarta Selatan, Kamis (7/2/2020)


Likurai, salah satu tarian khas orang Belu. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu terus melestarikan tarian ini dalam segala momen dan peristiwa. Mengapa?

 

Sadar atau tidak, tarian Likurai yang menggunakan Tihar (kendang kecil) makin mendunia. Likurai terus dipertontonkan dalam setiap momen dan peristiwa baik dalam skala lokal, nasional maupun dunia.

 

Bupati Belu, Willybrodus Lay, SH dan Wakil Bupati Belu (Wabup), Drs. J.T Ose Luan dinilai mampu melestarikan budaya khususnya tarian Likurai. Apresiasi dan penghargaan itu, salah satunya berasal dari Walikota Kupang, Jefirston R. Riwu Kore dalam sambutannya pada kesempatan pementasan tarian Likurai di pelataran Plaza Perizinan Atambua, beberapa waktu lalu.

 

Walikota Kupang itu mengetahui persis prestasi yang dicapai Bupati Willy dan Wabup Ose Luan. Dalam kesempatan itu, Walikota Jefry menyebut sejumlah prestasi yang diraih Pemkab Belu dan para penari Likurai. Tarian Likurai sudah menerobos masuk Istana Negara Jakarta tatkala dipentaskan pada Peringatan HUT Kemerdekaan RI di Jakarta tahun lalu. Di samping itu, penghargaan rekor Muri Dunia atas partisipasi penari Likurai terbanyak pada saat Festival Fulan Fehan.

 

“Kita patut berbangga, pak bupati dan pak wakil, dua sosok yang mencintai budaya dan terus berusaha melestarikannya. Ini juga pertanda bahwa keduanya sosok pemimpin yang pro rakyat dan dekat dengan masyarakat,” kata Walikota Jefry saat itu.

 

Bahkan orang nomor satu Kota Kupang itu pun mengakui kekayaan seni yang terkandung dalam tarian Likurai. Ketika menikmati tarian Likurai, Walikota Kupang juga merasa bagian dari orang Belu.

 

“Kita saudara bukan karena sekedar hubungan pertemanan dan persaudaraan, tapi karena kita sangat mencintai warisan budaya,” ujarnya.

 

Kekayaan nilai seni itu mendapat atensi dan minat Maestro Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Dr. Eko Supriyanto. Doktor seni ini mengangkat tarian Likurai secara tematik untuk pementasan yang berskala nasional dan dunia. Pakar Koreografi itu mendesain sebuah tarian Likurai secara kreatif-kontemporer dengan titel, Ibu-Ibu Belu dari Perbatasan RI-Timor Leste, Ibu-Ibu Belu, Bodies of Borders.

 

Dalam keterangan persnya, Jumat (7/2/2020), Kadis Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Belu, Johanes Andes Prihatin, SE, M.Si mengatakan para penari Likurai di bawah asuhan Dr. Eko Supriyanto tampil dalam pementasan di Komunitas Salihara Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2020).

 

Dikatakan, Likurai dipentaskan enam perempuan asal Kabupaten Belu dalam sebuah tarian bertitel tematik, kreatif dan kontemporer berakar pada ritual yang menunjukkan identitas orang Timor. Enam perempuan itu terdiri dari lima orang, warga Belu. Dan satu diantaranya warga Timor Leste.

 

Mereka (para penari) mewakili ibu-ibu perbatasan RI-Timor Leste menampilkan tarian Likurai yang mengeksplorasi gerak, irama, nyanyian, dan tenun sesuai tradisi setempat. Melalui ragam gerak dan materi-materi yang tematik-kreatif, kata Jap demikian akrab disapa, Doktor Eko menciptakan bentuk-bentuk manifestasi tarian likurai yang mengandung ciri khas masyarakat Timor yang terpisah secara politik antara Timor Leste dan orang Timor yang mendiami wilayah Kabupaten Belu Provinsi NTT.

 

Memang, orang Timor di Kabupaten Belu dan Timor Leste tidak dapat dipisahkan secara kultur namun terpisah secara politik saat ini.  Tarian Likurai dan keterpisahan politik itu merupakan dua hal yang menubuh dalam diri enam penari tersebut. Kedua hal tersebut secara paradoks menunjukkan bahwa tubuh menghadapi tantangan batas-batas politik. Akan tetapi, juga mengalami keterpisahan pada waktu yang sama.

 

“Ini kekhasan ibu-ibu Belu yang ditampilkan dalam tarian Likurai. Meraka beda dalam politik. Tapi tidak ingin dipisahkan secara kultur,” tandas Jap.

 

Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Belu, Ny. Lidwina Viviawati Lay Ng mengatakan berbagai momen dan peristiwa telah dimanfaatkan untuk mempromosikan kekayaan seni dan budaya.

 

Dekranasda Belu terus melakukan terobosan dan terlibat dalam giat promosi seni dan budaya baik skala nasional maupun internasional.
Selain tarian Likurai, Dekranasda Belu memperkenalkan motif tenun ikat Belu dengan model pewarnaan alami di Belanda belum lama ini dan mendapat respon dan simpati yang luar biasa.

 

“Saat ini, giliran tarian Likurai akan dipentaskan enam penari di luar negeri dengan ragam gerak kekhasan ibu-ibu Belu dari perbatasan,” kata Ny. Vivi, demikian akrab disapa.

 

Dikatakan, promosi dan pementasan tarian Likurai dalam pentas nasional dan dunia dilakukan atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Belu dan Ekos Dance Co. Kerja sama ini mendapat atensi dan dukungan secara terbuka baik dalam negeri maupun luar negeri.

 

Dalam negeri, dukungan berasal dari Komunitas Salihara Jakarta-Indonesia dan Ratnasari Langit Pitu Jakarta. Sedangkan dari luar negeri, pementasan tarian Likurai akan dilaksanakan atas kerja sama dengan Asia TOPA di Melbourne-Australia, SPRING Festival di Utrecht-Belanda, Teater Im Pumpenhaus di Munster-Jerman, TPAM-Performing Arts Meeting in Yokohama di Jepang.

 

Bupati Belu, Willybrodus Lay, SH tetap fokus dalam realisasi program pengembangan pariwisata di Kabupaten Belu. Tekad dan impian untuk menjadi Atambua sebagai Kota Festival diwujudkan dalam berbagai pagelaran seni dan festival budaya dalam setiap momen dan peristiwa.

 

Festival Fulan Fehan misalnya, telah digelar beberapa kali untuk menjadikan festival yang diselenggarakan di padang sabana Fulan Fehan sebagai panggung budaya orang Timor.

 

“Orang Timor, khususnya orang Belu sangat mencintai budaya. Saya, dengan berbagai cara akan senantiasa memperkenalkan budaya orang Belu. Kita harus lestarikan budaya untuk menyatakan kecintaan kepada budaya,” kata Bupati Willy dalam sambutannya pada pembukaan Festival Fulan Fehan, beberapa waktu lalu.

 

Nampaknya, Bupati Willy mengetahui arti sesungguhnya pelestarian budaya daerah. Budaya Belu perlu dilestarikan untuk memperkenal Kabupaten Belu kepada dunia. Bahwasanya, Belu sebagai daerah perbatasan RI-Timor Leste memiliki kekayaan budaya yang perlu dikelola sebaik mungkin untuk kemajuan daerah.

 

Dikatakan, suatu daerah tidak hanya dikenal karena kemajuan pembangunan infrastruktur. Akan tetapi, kemajuan suatu daerah ditentukan pula peradaban manusia. Peradaban manusia dibangun dengan melestarikan nilai dan tradisi budaya. Demikian pun, keharmonisan hidup tercipta di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste karena kehidupan manusia Belu yang dikenal sangat kental menganut budaya ketimuran.

 

“Belu artinya sahabat, teman dan kawan. Rai Belu artinya tanah sahabat. Di atasnya, kita menjalin persahabatan untuk bersinergi dalam pembangunan. Karena keberhasilan dalam pembangunan membutuhkan partisipasi semua masyarakat,” jelas Bupati Willy.

 

Mantan Kepala Museum Provinsi NTT, Drs. Leonardus Nahak, MA dalam sebuah studi dan penelitian karakter tenun ikat di beberapa daerah pedalaman Kabupaten Belu, beberapa waktu lalu mengatakan seni menunjukkan karakter orang yang mendiami wilayah tertentu. Karakter seni tergambar dalam berbagai bentuk di antaranya tarian dan tenun.

 

Khususnya tarian, kata Leonardus menari Likurai itu identik dengan orang Belu. Paling kurang, orang yang menari Likurai itu mengenal budaya Belu. Karena nilai-nilai budaya itu terkandung dalam tarian Likurai sebagaimana tampilan seni melalui ragam gerak dan irama.

 

“Sebenarnya, dalam menari Likurai ingin ditunjukkan identitas orang Belu yang kaya akan nilai dan tradisi budaya. Seni itu menunjukkan identitas,” kata Leonardus kepada wartawan ketika dimintai tanggapannya, Sabtu (8/2/2020).

 

Untuk diketahui, enam penari Likurai sudah tampil dalam pementasan tarian di Komunitas Salihara Jakarta dan mendapat sambutan yang luar biasa. Hal ini dibuktikan dengan tiket masuk teater berkapasitas 300 kursi yang berlangsung selama dua hari pada 6-7 Februari. Hadir pula dalam acara pementasan itu di antaranya  anggota DPRD Kabupaten Belu, Frans Zaka, Kadis Pendidikan dan Kebudayaan, Jonisius R. Mali, SH, Kadis Kominfo, Johanes Andes Prihatin, SE, M.Si, Kadis Pariwisata, Fredik Bere Mau, ST dan Kabag Umum Setda Belu, Yustinus Loko. (*R-1/Adv)

 

(Layanan publikasi ini terselenggara atas kerjasama media Pelopor9.com dengan Dinas Kominfo Kabupaten Belu).