Penyakit, Ketersediaan Bibit dan Pasar jadi Pergumulan Peternak Babi Desa Matei

Sarlota Radja Riwu dengan Latar Pembuatan Pakan Fermentasi

Menia, Pelopor9.com – Usaha ternak babi bagi masyarakat Desa Matei, Kecamatan Sabu Tengah, Kabupaten Sabu Raijua menghadapi sejumlah tantangan.

 

Seperti penyakit, ketersediaan bibit anakan babi, dan pasar untuk menjual hasil yang menjadi pergumulan peternak.

 

Sejumlah langkah untuk mencegah penyakit telah diperoleh peternak melalui Sekolah Lapang yang diperoleh dalam kelompok dibina Yayasan Sheep Indonesia. Seperti penerapan biosecurity selama pembesaran.

 

Yayasan menghadirkan pendamping dan pelatih dari RPH Peternakan Babi Dinas Pertanian & Pangan Sabu Raijua, Yulianus Kale.

 

“Cara pencegahan penyakit babi, itu hari kita diajari dalam sekolah lapang itu. Kita diajari biosecurity itu, kita diajari bapak dosen”, kata Sarlota Radja Riwu (51), warga RT.01/ RW.01 Dusun 1 Desa Matei, Kecamatan Sabu Tengah, (12/09/24).

 

Sejauh ini, belum ditemukan obat untuk mengobati penyakit. Apabila ditemukan gejala penyakit, peternak secepat menjual dengan harga di bawah harga normal.

 

“Karena itu hari kita diserang penyakit, jadi kita jual murah”, lanjut Bendahara kelompok OMB Bersatu Desa Matei ini.

 

Sebelum bergabung dengan kelompok binaan Yayasan Sheep, Sarlota telah menjadi peternak babi. Namun banyak hal baru dalam pemeliharaan ternak yang diperoleh.  

 

“Ada pelihara juga, selain dengan kelompok. Kalau dulu kami biasa pelihara lepas saja, atau biasa ikat di bawah pohon. Beda dengan sekarang, babi bersih terus begitu. Cara kasih makannya juga beda”, pungkasnya.

 

Dikatakan, bahwa dalam pembesaran dan penggemukan babi adalah meminimalisir pengeluaran pakan dengan pembuatan pakan mandiri dan manajemen pemberian pakan yang tepat.

 

“Kita sekolah – sekolah, kami dikasih dana oleh yayasan Sheep, sampai dikasih latih pakan fermentasi”, ujarnya.

 

Salah satu keuntungan menjadi anggota kelompok adalah dapat belajar membuat pakan mandiri dengan campuran bahan yang diperoleh di lingkungan sekitar.

 

“Jagung, Dedak padi, batang pisang, daun pepaya, daun kelor, EM4, mineral, Bama (pakan pabrikan), buah Saboak (buah lontar)”,terangnya.

 

Salah satu tantangan adalah mahalnya biaya pakan. Dimana gagal panen tahun 2024, sejumlah bahan terpaksa dibeli dengan harga yang mahal, seperti jagung, dedak padi, pakan pabrikan dan mineral.

 

“Yang sulit itu, jagung, Dedak, bawa, mineral. Karena kita gagal panen tahun ini. Kalau EM4 kita buat sendiri, karena kita sudah dilatih buat sendiri”, akunya.

 

Tantangan lain dalam penjualan ternak adalah ketersediaan bibit anakan yang masih mahal. Satu ekor bibit dengan umur 1-2 bulan dijual dengan harga Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.000.000,-

 

Selain itu, belum tersedia pasar yang tetap. Sejauh ini peternak babi belum orientasi dijual namun dipelihara untuk disembelih pada kegiatan sosial kemasyarakatan seperti nikah dan kematian.

 

Dalam menghadapi tantangan pasar, kelompok dilatih untuk menghasilkan produk turunan daging babi seperti Sei dan Bakso. Terutama untuk peningkatan nilai jual.

 

“Dari hasil pemeliharaan, kita buat Sei dengan Bakso, tidak sempat jual hanya pelatihan saja”, akunya.

 

Dia berharap pemerintah dapat mendukung peternak dengan penyediaan bibit berkualitas, pakan berkualitas dan murah. Maupun pendampingan kelompok secara intens agar ekonomi kelompok terus berputar hingga mandiri dalam penyediaan bibit, bantuan modal dan bantuan ternak lain seperti ternak kambing.

 

Pasalnya, beternak kambing tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit dari pada beternak babi. Meski beternak kambing mudah, kebutuhan dan minat masyarakat akan konsumsi daging babi menjadi prioritas utama.

 

Hal ini tergambar dalam setiap kegiatan sosial kemasyarakatan dengan menyajikan menu daging babi karena merupakan menu favorit masyarakat Sabu Raijua. 

 

Pemerintah juga diminta menggalakkan produksi dan penyediaan pakan serta kebijakan penertiban ternak agar produksi pakan dan pangan lebih maksimal.

 

“Lebih untung ternak kambing, kalau kambing itu setiap tahun bisa berkembang dan bisa cepat dijual”, harapnya. (R-1/*adv-Yayasan Sheep Indonesia)