Plang Sat Reskrim POLRES Malaka
Malaka, Pelopor9.com - Penyidik Polres Malaka diminta agar segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Itik yang dilakukan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Malaka.
Permintaan itu disampaikan Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (ARAKSI), Alfred Baun kepada wartawan di Betun, Kamis (2/4/20) malam.
Dikatakan, pihaknya sudah mengecek informasi perkembangan penanganan kasus dugaan pengadaan Itik dengan alokasi anggaran yang bersumber dari APBD Kabupaten Malaka Tahun 2018 kurang lebih senilai Rp 2,7 miliar yang sudah dilaporkan ke penyidik Polres Malaka beberapa waktu lalu.
Dari total anggaran tersebut, kata Alfred, terdapat beberapa item kegiatan pengadaan di antaranya anggaran pengadaan Itik kurang lebih sebesar Rp 520 juta beserta pakannya dan pengadaan kambing kurang lebih sebanyak Rp 500 juta.
Namun, pengadaan Itik yang dilakukan CV Putri Tunggal sebagai pemenang lelang tidak sesuai spek. Di mana sesuai kontrak, pengadaan Itik yang dilakukan seharusnya itik dewasa jenis betina dan jantan. Yang terjadi, rekanan yang memenangkan lelang pengadaan itu mendatangkan anak Itik.
ARAKSI menilai proyek pengadaan itu sarat Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Laporan Keterangan Pertanggung jawaban (LKPJ) tentang proyek tersebut juga diduga fiktif. Pasalnya, pada web Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Malaka dengan tanggal kontrak 29 Agustus 2018 ini tercatat memiliki pagu anggaran sebesar Rp 550.000.000.
Namun dalam LKPJ 2018 yang copiannya diterima media ini, tercatat CV Putri Tunggal bekerja dengan anggaran sebesar Rp 5 miliar dan mulai melakukan teken kontrak pada tanggal 28 Agustus 2018.
Kapolres Malaka, AKBP Albert Neno melalui Kasat Reserse dan Kriminal, Iptu Yusuf kepada wartawan, Jumat (3/4/20) malam mengatakan penyidik sementara melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Itik yang dilaporkan ARAKSI.
Menurut Iptu Yusuf, pihaknya akan meningkatkan proses penanganan kasus dari penyelidikan ke penyidikan jika sudah ditemukan unsur tindak pidana korupsi dan indikasi kerugian uang negara.
"Pasti kita akan ditingkatkan ke penyidikan," tandas Iptu Yusuf via pesan WhatsApp yang dikirim dari ponselnya ketika dimintai tanggapannya, Jumat (3/4/20) malam.
Data dan informasi yang dihimpun, penyidik sudah memanggil beberapa pihak terkait untuk didengar keterangan dalam rangka pengumpulan bahan dan keterangan di antaranya mantan Kadis Ketahanan Pangan dan Perikanan, Johanes Bernando Seran, Herman Klau selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa Kabupaten Malaka.
Beberapa indikasi tindak pidana korupsi mulai mencuat di antaranya, dugaan pergantian rekanan pemenang lelang, pengadaan tidak sesuai spek, pemblokiran rekening rekanan pasca pekerjaan diserahterimakan 100 persen dan usai anggaran proyek ditransfer ke rekening rekanan.
Selain itu, terhembus informasi dugaan adanya aliran dana kurang lebih sebesar Rp 60 juta ke tangan seorang pejabat Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan.
Sementara Vinsen Oenunu selaku Direktur Putri Tunggal tidak bersedia menjalankan kewajiban mengganti anak Itik dengan jenis Itik dewasa karena perusahannya merugi.
Hal lain, pengadaan Itik melangkahi aturan nasional yang melarang semua jenis unggas dikirim antar pulau. Namun, CV Putri Tunggal memaksakan diri untuk mendatangkan anak Itik dari Jawa. Perusahaan itu menggantikan jenis Itik tersebut karena harga dan ongkos pengiriman anak Itik lebih murah dari Itik dewasa.
Diduga, ada semacam "permainan" untuk mencuri uang negara dalam pengadaan anak Itik. Anak Itik yang didatangkan akan dipelihara kurang lebih selama sebulan. Selanjutnya, baru diserahkan ke 25 kelompok penerima manfaat.
Rencana ini terealisir dan hampir 80 persen Itik yang didatangkan mati dengan alasan yang dibuat-buat yakni cuaca. Anak Itik yang didatangkan kurang lebih berjumlah 4.250 ekor, tidak semua diterimakan kepada kelompok. Ada lima kelompok yang belum menerima Itik hingga saat ini.
Demikian pun, dua perusahaan yakni CV Yustina Tuto dan CV Restu Boemial, perusahaan penyedia pakan Itik dengan anggaran masing-masing sebesar Rp 510 juta tidak bertanggungjawab dalam menjalankan kewajibannya secara maksimal. (R-1/ans).