Keluarga Julian Hendrik usai Doa bersama
Menia, Pelopor9.com - Sosok Sejarawan Indonesia, Peter Apollonius Rohi sudah seperti bapak dalam keluarga He.
Itulah sebabnya, mendengar kematian Opa Peter, sapaan Peter Apollonius Rohi menyisahkan duka mendalam.
Opa Peter wafat pada Rabu 10 Juni 2020 pada usia 77 tahun 7 bulan, di RS Katolik St. Vincentius a Paulo (RKZ) Surabaya, Jawa Timur sekira pukul 06.46 WIB, akibat sakit.
Merasa kehilangan, keluarga He, cucu cece dari pahlawan perintis kemerdekaan ini menggelar doa bersama di pusaran Makam Julian Hendrik di desa Eimau, kecamatan Sabu Tengah kabupaten Sabu Raijua, Kamis (11/06/20) malam.
Makam ini tak jauh dari Obyek wisata Gua Mabala di Sabu Tengah. Jaraknya, sekitar 1 km.
"Kami merasa sangat kehilangan dan duka mendalam atas kepergian Opa Peter,"ujar cucu Julian Hendrik, Epaporditus He, saat mengenang almarhum Opa Peter.
Dikatakan, Opa Peter adalah sejarawan sejati. Telah meninggalkan banyak karya, bagi Indonesia dan Sabu Raijua. Lewat karya buku dan penemuan sejarah.
Sosok kelahiran Timor 14 Nopember 1942 itu, telah menyatu dengan keluarga. Sehingga layak dan patuh untuk menaikan doa secara bersama - sama dari keluarga.
Di mana, menemukan makam pahlawan Perintis Kemerdekaan, Julian Hendrik atau Ludji He di Sabu Raijua.
Jika bukan Opa Peter, makam Julian Hendrik tidak pernah diketahui sebagai pahlawan.
Padahal, Ia sangat berperan dalam perebutankan kapal De Zeven Provincien atau kapal 7, pada 3 Februari tahun 1933.
Sementara rekan perjuangannya, tulang belulang telah dipindahkan di tamam Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Semua kru kapal telah diangkat menjadi pahlawan Perintis Kemerdekaan, lewat keputusan Menteri Sosial, Sapardjo.
"Opa sangat hebat, bagi kami keluarga He,"pungkasnya.
Malam berubah menjadi hening, ketika Yulius Boni Geti, membacakan riwayat hidup dan perjuangan Opa Peter menemukan makam Julian Hendrik.
Puluhan keluarga Julian Hendrik yang hadir seakan tak percaya, Opa Peter telah tiada.
Karena keluarga inginkan kehadiran Opa Peter menyaksikan peresmian Monumen Julian Hendrik, yang sementara direnovasi.
Dalam menemukan Julian Hendrik, Opa Peter melakukan penelusuran, bolak balik ke perpustaakaan Nasional.
Membaca satu persatu arsip sidang Landraad Surabaya, terungkap Julian Hendrik Kelahiran Eimau.
Tahun 2011, Opa Peter bersama putra nomor 4, Joaquim Lede Valentino Rohi atau Inyo turun ke Sabu Raijua untuk memastikan di mana kuburan Julian Hendrik.
Banyak hal yang telah lakukan Opa Peter, menjadikan rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT), bangga pada Sejarah sendiri.
Derajat orang NTT sama dengan daerah lain. NTT dan Sabu Raijua punya peran yang sama akan sejarah.
Salah satu karya Opa Peter yang terkenal di kalangan masyarakat Sabu Raijua, buku Kako Lami Angalai (Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno).
Sebelum berkarier jadi wartwan, Opa Peter berkarier di Batalyon Tank Aamphibi KKO (sekarang Marinir).
Kemudian menjadi wartawan, sejak tahun 1971 atau kurang lebih 47 tahun, Kolumnis dan penulis buku.
Dua hari setelah ulang tahun ke 41, 16 November 1983, potongan kepala manusia yang masih berlumuran darah mendarat di rumah.
Saat itu, Opa Peter sebagai Redktur Palaksana Harian SUARA INDONESIA, Malang, sebuah anak perusahaan Sinar Harapan.
Jiwa investigasinya mengagumkan dalam menggali sejarah Nasional, mengungkap setiap peristiwa besar.
Opa Peter memerintahkan koresponden Suara Indonesia untuk mencatat korban peristiwa Petrus, Penembak Misteris.
Pencatatan identitas korban itu, dianggap menghalangi Penembak Misterius.
Sejarah memiliki arti penting. Itulah kisah masa lalu yang perlu diteladani generasi masa kini.
Ada nilai patriot dan perjuangan. Ada nilai nasionalis.
”Sejarah sangat penting, perlu diceritakan kepada anak cucu kita,”pungkas kepada Desa Eimau, Nataniel Lodo Djara, saat malam perenungan itu.
Pemerintah desa bangga, bahwa di desa Eimau, pernah lahir seorang pahlawan. Sehingga dalam penyelesaian monumen itu, perlu didukung penuh. (R-1)