Pantai Tenau Kupang
Kupang, Pelopor9 - Hilangnya ruang atau akses masyarakat nelayan untuk mencari ikan terjadi seiring dengan masifnya industri pariwisata. Adanya praktek - praktek privatisasi pesisir pantai dan pulau-pulau kecil di Nusa Tenggara Timur (NTT). Persoalan lain adalah penghancuran Terumbu Karang menggunakan bom ikan, pencurian ikan, dan masalah sampah di NTT.
Semuanya menambah deretan panjang tata kelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di NTT. Karena itu, bertepatan dengan Hari Nelayan Nasional tahun 2019 tepatnya tanggal (6/4) lalu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT menggugah Pemerintah NTT dengan tuntutan yang dituangkan dalam pernyataan sikap. Sesuai rilis yang diterima Redaksi, pernyataan sikap ini terdiri dari 10 poin utama dan ditndatangani oleh Direktur WALHI NTT Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi.
Diaktakannya bahwa cita-cita poros maritim yang dikumandangkan oleh pemerintahan Jokowi belum terlihat di NTT khususnya pada perlindungan nelayan tradisional. Pemerintah provinsi belum punya political will untuk melindungi nelayan tradisional di NTT dan ekositem kelautan.
“Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di NTT belum terlindungi secara memadai, Politik pembangunan kita masih bias pengelolaan daratan serta Tingkat keterancaman ekosistem dan ruaang hidup di pesisir kita makin meningkat dan berpotensi menghilangkan wilayah kelola nelayan dengan hadirnya industri pariwisata dan tambak garam yang tidak ramah lingkungan dan wilayah kelola rakyat” ujarnya.
Menurutnya, Pemerintah daerah belum mampu memastikan keselamatan kerja para nelayan kita dan belum mampu menghentikan tindakan tindakan pengeboman ikan yang kerap terjadi di Laut NTT, karena itu, WALHI NTT meminta pemerintah agar Pemerintah dan DPRD di NTT harus meninjau ulang dan revisi Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K). Mencegah terjadinya privatisasi pesisir dan pulau-pulau kecil di NTT.
“Tidak mengeluarkan kebijakan yang mengabaikan masyarakat nelayan tradisional di NTT. Menghentikan pembangunan pembangunan yang mengancam ekosistem pesisir dan laut kita dan Membuka semua kawasan pesisir yang telah diprivatisasi sebagai kawasan publik dan kawasan konservasi”katanya.
Selain itu Pemerintah juga diminta untuk mendorong usaha usaha maritim yang berbasis kerakyatan. Melindungi keselamatan Nelayan nelayan tradisional berbasis teknologi dan pelatihan keselamatan kerja. Menghentikan dan menindak perusahan maupun usaha usaha lain yang mebuang limbah dan sampah di laut.
Dan yang terakhir adalah mendorong perluasan mata pencarian warga berbasis kemaritiman yang ramah lingkungan dan berkeadilan.
"Meminta masyarakat NTT untuk mengontrol dan mendorong pemerintah daerah dalam menciptakan kebijakan yang pro terhadap perlindungan ekosistem laut dan nelayan tradisional” inilah tuntutan kami”ujarya. (R1/TIM)